Jumat, 25 Mei 2012

PENGARUH SOSIAL BUDAYA TERHADAP PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat secara individu, selalu berkeinginan untuk tinggal bersama dengan individu-individu lainnya. Keinginan hidup bersama ini terutama pada aktivitas hidup yang berhubungan dengan lingkungannya. Dalam menjawab tantangan alam, manusia saling berhubungan satu dengan yang lain, sehingga suatu masyarakat dan aturan yang menyebabkan suatu hubungan antar individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Adanya norma-norma, adat istiadat, kepercayaan dalam suatu masyarakat, semuanya berhubungan dengan keseimbangan. Agar tercipta suatu hubungan yang serasi, baik dalam pengelolaan alam maupun dalam hubungan sosial. Melihat hubungan tersebut maka kebudayaan menjadi mekanisme kontrol bagi kelakuan manusia.
            Adanya tantangan alam dan respon masyarakat, mengakibatkan kehidupan ini berkembang menjadi masyarakat menjadi dinamis. Setiap saat timbul berbagai pemikiran untuk memberikan respon terhadap tantangan alam tersebut. Dinamika masyarakat memberikan kesempatan kebudayaan untuk berkembang. Sehingga secara singkat dapat dikatakan bahwa tidak ada kebudayaan tanpa masyrakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan sebagai wadah pendukung. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan sistem.
            Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat interaksi murid dan guru dalam proses belajar-mengajar, melainkan juga oleh interaksi murid dengan lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi sosial yang dihadapinya di dalam maupun diluar sekolah. Anak itu berbeda-beda bukan hanya karena berbeda bakat atau pembawaannya akan tetapi terutama karena pengaruh lingkungan sosial yang berlain-lainan. Ia datang ke sekolah dengan membawa kebudayaan rumah tangganya, yang mempunyai corak tertentu, bergantung antara lain pada golongan atau status sosial, kesukuan, agama, nilai-nilai dan aspirasi orang tuanya. Di sekolah ia akan memilih teman, kelompok, yang ada pada suatu saat akan sangat mempengaruhi tingkah lakunya. Selanjutnya anak dipengaruhi oleh kepala sekolah dan guru-guru, yang masing-masing mempunyai kepribadian sendiri-sendiri yang antara lain terbentuk atas golongan sosial dari mana ia berasal dari orang-orang yang dipilihnya sebagai kelompok pergaulannya. Pendidikan sendiri dapat dipandang sebagai sosialisasi, yang terjadi dalam interaksi sosial. Maka karena itu sudah sewajarnya seorang pendidik harus berusaha menganalisa lapangan pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antara manusiawi dalam keluarga di sekolah, diluar sekolah, dalam masyarakat dan sistem-sistem sosialnya. Selain memandang anak sebagai makhluk sosial, sebagai anggota dari berbagai macam lingkungan sosial.

1.2. Rumusan masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah :
a.     Apa yang dimaksud dengan sosiologi dalam pendidikan ?
b.     Apa yang dimaksud dengan kebudayaan dalam pendidikan ?
c.     Apa yang dimaksud dengan sekolah dan perubahan masyarakat ?

1.3. Batasan Masalah
            Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka yang menjadi batasan masalahnya adalah bagaimana pengaruh sosial budaya terhadap pendidikan


1.4. Tujuan Pembahasan  
            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang landasan sosial budaya dalam pengembangan ilmu pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sosiologi dan pendidikan
            Secara harfiah atau etimologis, sosiologi berasal dari bahasa latin : socius = teman, kawan, sahabat, dan logos = ilmu pengetahuan. Jadi sosilogi adalah ilmu pengetahuan tentang cara berteman, berkawan, dan bersahabat yang baik dalam masyarakat.
Ada beberapa pemngertian sosiologi pendidikan yaitu :
a.     Menurut Prof. DR. S. Nasution, MA, sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
b.     Menurut F. G. Robbins dan Brown, sosiologi pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan pengalaman. Sosilogi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.

Ciri-Ciri Sosiologi
Sosiologi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal serta hasilnya bersifat sekulatif.
b.      Sosilogi bersifat teoristis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hadil observasi. Abstraksi terfsebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga menjadi teori.
c.       Sosiologi bersifat komulatif yang berati bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas sertamemperluas teori-teori yang lama.
d.       Bersifat non-etis, yakni yang mempersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta tertentu akan tetapi tujuannya dalah untuk menjelaskan fakata tersebut secara analistis.

Peran Sosiologi Dalam Dunia Pendidikan
            Kenyataan menjukkan bahwa masyarakat mengalami perubahan sangat cepat, progresif, dan kerap kali menunjukkan gejala “disintegratif” (berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum), perubahan sosial yang sangat cepat menimbulkan “cultural lag” (ketinggalan kebudayaan akibat adanya hambatan-hambatan). Cultural lag ini merupakan sumber masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Masalah-masalah sosial juga dialami di dunia pendidikan, sehingga lembaga-lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya. Maka lembaga-lembaga pendidikan mengharapkan ahli sosiologi dapat menyumbangkan pemikirannya untuk ikut memecahkan masalah-maswalah pendidikan yang fundamental. Dalam hal ini adalah sosiologi pendidikan.
            Agar para pendidikan dapat mengajar atau memberitahu bagaimana siswa dapat memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab maka pendidik harus memahami dan dibekali dengan sosiologi. Mengapa para guru dan calon guru harus memahahami dan dibekali dengan sosiologi? Guru adalah seorang administrator, informator, konduktor, dan sebagainya, dan harus berkelakuan menurut harapan masyarakat. Dari guru, sebagai pendidik dan pembangun maka generasi baru diharapkan memiliki tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan bamngsa dan negara. Selain itu kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas/sekolah, baik kebebasan yang dinkmati anak dalam mengeluarkan buah pikiran, dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam pengembangan pribadinya.
            Proses sosial dimulai dari interaksi sosial yang didasarkan pada faktor-faktor berikut ini :
  • Imitasi
Peniruan yang bisa bersifat positif atau negatif yang dilihat peserta didik dari lingkungannya
  • Sugesti
Sesorang yang memiliki sifat tertarik atau menerima pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
  • Identifikasi
Seorang anak akan mensosialisasikan lewat identifikasi, ia akan berusaha menyamakan dirinya dengan orang lain baik secara sadar maupun tidak sadar.
  • Simpati
Sikap ini akan terjadi jika sesorang tertarik terhadap orang lain.
Faktor perasaan disini sangat dominan dan biasanya terjadi hubungan yang akrab diantaranya.
Keempat faktor tersebut yang mendasari sosialisasi anak-anak dimana terjadi suatu tingkatan keterlibatan hati anak-anak dalam mengadakan proses sosial. Untuk memudahkan terjadinya sosialisasi dalam pendidikan, guru haruslah menciptakan situasi pada dirinya sendiri, agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul pada diri anak-anak.
Proses sosialisasi yang dilakukan dengan baik akan sangat membantu pelaksanaan sosiologi pendidikan. Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses membimbing individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu/siswa pada kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia menjadi anggota masyarakat yang baik termasuk juga kedalam berbagai kelompok khusus. Jadi sosialisasi juga dapat dianggap sebagai pendidikan atau masyarakat atau memanusiakan diri. Sebagai pendidikan adalah proses memanusiakan manusia secara manusiawi, disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi sosialnya.
Dalam proses sosialisasi individu/siswa belajar bertingkah laku, kebiasaan, serta pola-pola kebudayaan lainnya, juga belajar tentang keterampilan-keterampilan sosial seperti bahasa , bergaul, berpakain, cara makan, dan sebagainya.  Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam interaksi individu/siswa dengan lingkungan seperti orang tua, saudara-saudara, guru-guru, teman sekolah/sepermainan, informasi-informasi insidental seperti membaca buku, mendengarkan radio, berinteraksi dengan lingkungan dan sebagainya.
Dari interaksi anak dengan lingkungannya, lambat laun ia akan memperoleh keadaan akan dirinya sebagai pribadi. Ia juga memandang dirinya sebagai objek, seperti orang lain memandang dirinya.  Ia dapat mengatur kelakuannya  seperti yang diharapkan orang lain dari padanya. Ia dapat merasakan tentang perbuatannya yang salah, dan harus maaf. Dengan menghadapi dirinya sebagai pribadi, ia dapat menempatkan dirinya dalam struktur sosial, dapat mengharapkan konsekuensi positif bila berkelakuan menurut norma yang berlaku atau menerima aib yang negatif atas kelakuannya/ tindakannya yang melanggar norma yang berlaku. Dengan demikian akhirnya ia dapat mengenal dirinya dalam lingkungan sosialnya, dapat menyesuaikan kelakuan dan tindakannya sesuai harapan masyarakatnya, sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang baik melalui proses sosialisasi yang dilaluinya, jadi dalam interaksi sosial ia menemukan jati dirinya.
Dalam proses sosialisasi bisa terjadi kendala atau hambatan, hal ini terjadi karena kesulitan komunikasi, dan adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau bertentangan. Guru dapat mengatasi keadaan ini dalam proses belajar mengajar dengan memeberikan kebebasan  kepada siswa untuk mengekspresikan pendapatnya, sehingga anak mampu berkomunikasi dengan baik dengan teman sebayanya maupun dengan para guru. Misalnya kepada anak yang, mereka adalah orang-orang yang sangat sulit bersosialisasi dengan anak-anak yang lainnya, guru harus mempunyai cara agar anak tersebut mempunyai keinginan bersosialisasi dengan teman-temannya. Selain itu guru tidak bisa membeda-bedakan anak yang satu dengan anak yang lainnya sehingga tidak ada anak yang merasa dikucilkan. Hal yang lain yang dapat dilakukan guru dalam proses sosialisasi dikelas misalnya kerja kelompok, dengan adanya kerja kelompok anak akan berusaha menyesuaikan diri semaksimal mungkin dengan temannya.

2.2 Kebudayaan dan Pendidikan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa  Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
§  Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
§  Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
§  Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Secara historis-religius bahwa pendidikan terjadi lebih dahulu dari kebudayan. Dari sisi lain kemudian disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, dan pendidikan tidak dapat dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala dan faktor pelengkap dan penting dalam kehidupan manusia.Sebab manusia sebagai makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir (human rational).
Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Tiada kehidupan masyarakat tanapa adanya kegiatan pendidikan.
Meskipun pendidikan merupakan gejala umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun terlihat adanya perbedaan praktek kegiatan pendidiksn dalam masyarakat masing-masing, yang disebabkan oleh adanya falsafah/pandangan hidupnya. Sebagai contoh, praktek pandidikan yang dilakukan masyarakat zaman pertengahan sangat mementingkan norma kehidupan keagamaan, sedang masyarakat zaman Renaissance lebih mementingkan nilai-nilai kehidupan duniawi.
Pendidikan di Indonesia pada zaman penjajahan kolonial belanda juga menampakkan perbedanya dsalam praktek pendidikan oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan praktek pendidikan Indonesia. Pendidikan Hindia Belanda menciptakan strata-strata masyarakat agar dapat menjadi ajang politik “adu domba dan pecah belah”, sedangkan praktek pendidikan Indonesia seperti Taman Siswa berdasarkan asas kebangsaan dan pendidikan pondok-pondok pesantren berdasarkan agama Islam, dan sebagainya.
Kini praktek pendidikan zaman Indonessia merdeka yang berdasarkan falsafah dan asas pancasila, harus dilaksanakan dalam dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Setiap pendidik wajib mewujudkan falsafah Pancasila dalam segala kegiatan pendidikan, menuju terwujudnya masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila.
Agar kebudayaan bangsa tidak hilang/pudar dari diri anak/siswa, guru perlu menumbuhkan kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai budaya daerah yang luhur dan beradab serta menyerap nilai budaya asing yang positif untuk memperkaya budaya bangsa. Selain itu guru perlu menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya. Agar rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya tidak menjadi berlebihan seperti tidak menyukai kebudayaan orang lain atau menghina kebudayaan orang lain, guru juga harus mengajarkan dan memberitahu agar sikap feodal, sikap eksekutif, dan paham kedaerahan yang sempit serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa dihilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di masyarakat maupun di  bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa dilhilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di masyarakat maupun di  bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja keras. Disiplin, sikap menghargai prestasi, berani bersaing, serta mampu menyesuaikan diri dan kreatif. Selain itu perlu menumbuhkan budaya menghormati dan menghargai orang yang lebih tua, budaya belajar, budaya ingin maju, dan budaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perlu dikembangkan pranata sosial yang dapat mendukung proses pemantapan budaya bangsa.
Setiap bangsa, setiap individu pada umunya menginginkan pendidikan.Dalam pendidikan dimaksud disini pendidikan formal, makin banyak formal, makin banyak dan makin tinggi pendidikan makin baik.Bahkan diinginkan agar tiap warga negara melanjutkan pendidikannya  sepanjang hidup. Dahulu banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh keluarga dan lembaga-lembaga lain yang lambat laun makin banyak dialihkan menjadi beban sekolah seperti persiapan  untuk mencari nafkah, kesehatan, agama, pendidikan kesejahteraan keluarga,dan lain-lain. Namum pendidikan formal tidak dapat diharapkan menanggung transmisi keseluruhan kebudayaan bangsa. Masyarakat masih akan tetap memegang fungsi yang penting dalam pendidikan tranmisi kebudayaan. Pendidikan norma-norma, sikap adat istiadat, keterampilan sosial dan lain-lain banyak diperoleh anak terutama berkat pengalamannya dalam pergaulannya dengan anggota keluarga, teman-teman sepermainan dan kelompok primer lainnya, bukan di sekolah.
Fungsi sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual yakni memperoleh ilmu dan pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih mengutamakan latihan mental formal yaitu suatu tugas pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain, oleh sebab itu memerlukan tenaga yang khusus dipersiapkan yakni guru. Dalam pendidikan formal yang biasa memegang peranan utama  ilah guru dengan mengontrol reaksi dan respon murid. Anak-anak biasa belajar dibawah tekanan dan bila perlu paksaan tertentu dan kelakuannya dikuasai dan diatur dengan berbagai aturan. Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan, dan bukan oleh murid itu sendiri. Materi yang disajikan tidak selalu menarik minat dan perhatian siswa, dalam hal ini guru berusaha memberikan motivasi ekstrinsik.
Walaupun banyak kritik terhadap pendidikan dan guru, walaupun sistem pendidikan banyak mengandung kelemahan, namum pada umum ya orang percaya akan manfaat pendidikan. Jumlah anak yang memasuki sekolah senantiasa bertambah. Banyak permintaan yang telah menjalankan kewajiban belajar, ada yang sampai berusia 12 tahun bahkan sampai 18 tahun. Dalam sistem kewajiban belajar, kelalaian menhadiri pelajaran disekolah tanpa alasan dipandang sebagai pelanggaran yang dapat diberikan hukuman.
Jumlah peserta didik semakin bertambah banyak dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semuanya ini akan menjadi tanggungjawab pihak pendidik dalam hal memberikan ilmu dan pengetahuan kepada mereka sebagai bekal dalam menghadapi era globalisasi dimasa yang akan datang.

Ciri-ciri Kebudayaan
Adapun ciri-ciri dari kebudayaan adalah :
  1. Kebudayaan adalah produk manusia. Artinya keudayaan adalah ciptaan manusia bukan ciptaan Tuhan atau dewa. Manusia adalah pelaku sejarah dan kebudayaannya.
  2. Kebudayaan selalu bersifat sosial. Artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan adalah suatu karya bersama bukan karya perorangan.
  3. Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya kebudayaan itu diwariskan dari generasi yang satu kegenerasi yang lainnya melalui suatu proses belajar. Kebudayaan berkembang dari waktu ke waktu karena kemampuan belajar manusia Tampak disini bahwa kebudayaan itu selalu bersifat historis, artinya proses yang selalu berkembang.
  4. Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan bersifat ekspresi, ungkapan kehadiran manusia. Suatu ekspresi manusia, kebudayaan ini tidak sama dengan manusia. Kebudayaan disebut simbolik, sebab mengekspresikan manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan dirinya.
  5. Kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Tidak seperti hewan, manusia memenuhi segala kebutuhannya dengan cara-cara yang beradab, atau dengan cara-cara manusiawi.


Menurut Kerber dan Smith (imran Manan, 1989) menyebutkan ada 6 fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia yaitu :
    1. Penerus keturunan dan pengasuh anak
    2. Pengembangan kehidupan ekonomi
    3. Transmisi budaya
    4. Meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
    5. Pengendalian sosial
    6. Rekreasi

Sekolah sebagai pusat Kebudayaan
Mempelajari dan memperhatikan sekolah sebagai pusat kebudayaan diharapkan akan memperoleh manfaat ganda yaitu :
a.     sebagai guru/dosen dapat membantu menciptakan lingkungan sekolah dimana ia bekerja dan memperoleh nafkah serta mendamarbaktikan dirinya pada kehidupan.
b.     Sebagai guru/dosen dapat membantu para peserta didik agar dapat menghayati bahwa lingkungan sekolah adalah pusat kebudayaan, bekal-bekal untuk menciptakan lingkungan sekolah pada tempat mereka bekerja nanti, dapat juga merupakan pusat kebudayaan yang bermanfaat bagi lingkungan sosialnnya dan lingkungan kemanusiaan.
Agar dapat berperan secara aktif dalam mewujudkan sekolah sebagai pusat kebudayaan, maka beberapa hal perlu dilakukan oleh para pendidik, beberapa hal tersebut antara lain :
  1. Setiap pendidik hendaknya bersikap inovatif serta peka terhadap perkembangan dan tuntutan masyarakat, terutama dalam era globalisasi.
  2. Pendidik harus mampu membelajarkan peserta didiknya dengan menciptakan suasana belajar yang menarik.
  3. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik, pendidik hendaknya telah menguasai dan mengoperasikan kompetensi profesionalnya.
  4. Pendidik hendaknya dapat menjadi teladan bagi para pesreta didik serta warga masyarakat sekitarnya dalam rangka mencioptakan sekolah sebagai pusat kebudayaan.
  5. Pendidik hendaknya mampu menumbuhkembangkan kesadaran para peserta didiknya agar selalu ingin belajar, baik di sekolah maupun diluar sekolah.

2.3. Sekolah dan Perubahan Masyarakat.
Asal mula munculnya sekolah adalah atas dasar anggapan dan kenyataan bahwa pada umumnya para orang tua tidak mampu mendidik anak mereka secara sempurna dan lengkap. Karena itu mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk mendidik anak-anak mereka. Dengan sekolah mereka berharap ia mengalami perubahan dalam kehidupannya baik untuk memperoleh pekerjaannya yang baik maupun untuk meningkatkan derajat hidup dan prestise di dalam masyarakat. Oleh karenanya banyak orang yang sekolah sampai ketingkat yang lebih tinggi.
  1. Sekolah yang mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
Anak yang menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan pekerjaan sebagai mata pencarian atau setidaknya mempunyai dasar untuk mencari nafkahnya. Makin tinggi pendidikan makin besar harapannya memperoleh pekerjaan yang baik. Ijajah masih dijadikan syarat penting untuk suatu jabatan. Walaupun ijajah itu sendiri belun menjamin kesiapan seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu. Akan tetapi dengan ijajah yamng tinggi seorang dapat memahami dan menguasai pekerjaan  kepemimpinan atau tugas lain yang dipercayakan kepadanya. Memiliki ijajah perguruan tinggi merupakan bukti akan kesanggupan intelektualnya untuk menyelesaikan studinya yang tidak mungkin dicapai oleh orang yang rendah kemampuannya. Sekolah yang ditempuh seseorang banyak menentukan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang.

  1. Sekolah memberikan keterampilan dasar
Orang yang telah bersekolah setidak-tidaknya pandai membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam tiap masyarakat modern. Selain tiu diperoleh sejumlah pengetahuan lain seperti sejarah, geograpi, kesehatan, kewarganegaraan, fisika dan lain-lain yang membekali anak untuk melanjutkan pelajarannya, atau memperluas pandangan dan pemahamanya tentang masalah-masalah dunia.

  1. Sekolah yang membuka kesempatan memperbaiki nasib.
Sekolah sering dipandang jalan bagi mobilitas sosial. Melalui pendidikan orang dari golongan rendah dapat meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Orang tua mengharapkan agar anank-anak mempunyai nasib yang baik dan bkarena itu berusaha untuk menyekolahkan anaknya jika mungkin sampai memperoleh gelar dari suatu perguruan tinggi, walaupun sering dengan pengorbanan besar mengenai pembiayaan.

  1. Sekolah menyediakan tenaga pembanguna sekolah mambantu memecahkan    masalah-masalah sosial.
Masalah-masalah sosial di harapkan dapat diatasi dengan mendidik generasi muda untuk mengelakkan atau mencegah penyakit-penyakit sosial seperti kejahatan, pertumbuhan penduduk yang melewati batas, pengrusakan lingkungan,kecelakaan lalu lintas,narkotika dan sebagaainya.
  1. Sekolah mentransmisi kebudayaan.
  2. Sekolah membantu manusia yang sosial.
  3. Sekolah merupakan alat menstraformasi kebudayaan

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
§  Sosiologi ialah ilmu pengetahuan tentang cara berteman/berkawan/bersahabat atau bergaul yang baik dalam masyarakat.
§  Sosiologi pendidikan adalah iklmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses  pendidikan untuk mengembangkan individu kearah yang lebih baik.
§  Kebudayaan adalah merupakan hasil (karya) dari cipta, rasa, dan karsa manusia.
§  Sistem sekolah yang dipertahankan masyarakat sangat tergantung pada kebudayannya, karena sekolah merupakan perantara kebudayaan.

3.2. Implikasi
Sosial budaya sangat berperan dalam proses pendidikan oleh karena itu kita sebagai anggota masyarakat perlu memberi dukungan yang positif agar pendidikan menjadi agen pembangunan di masyarakat.

3.3. Saran
            Agar hidup bermasyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial budaya maka sudah seharusnya kita sebagai pemerintah/sekolah,orang tua siswa, dan masyarakat secara bersama-sama bertanggung jawab atas lancarnya pelaksanaan pendidikan dari segi sosial budaya.




DAFTAR PUSTAKA

Ary H.,G.,(2000). Sosilogi Pendidikan Suatu Analisis Tentang Berbagai Problem Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Hassan S.,(1993). Sosiologi Untuk Masyrakat Indonesia. Jakarta :Rineka  Cipta.

Nasution S., (1999). Sosilogi Pendidikan. Jakarta : bumi Aksara.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta : Rineka  Cipta

Rafael R., m., (2004). Manusia & dan Kebudayaan dalam Prespektif Ilmu Budaya dasar. Jakarta : Rineke Cipta.

Salam, Burhannudin. 2002. Pengantar Paedagogik. Jakarta : Rineka  Cipta



  


                                               
             
   









Tidak ada komentar:

Posting Komentar