BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan
yang cepat dan luas di bidang transportasi dan komunikasi telah menyebabkan
dunia susut, kita memasuki era dunia. Mobilitas kita telah meningkat sehingga
jarak tidak lagi merupakan masalah. Pesawat-pesawat jet dapat membawa kita ke
mana saja dengan waktu sekian jam, orang-orang di seluruh dunia bergerak. Para
pedagang internasional, mahasiswa-mahasiswa asing, diplomat-diplomat, dan
terutama turis-turis memasuki dan keluar dari aneka ragam budaya yang sering
tampak asing dan kadang-kadang misterius. Kini kita mempunyai banyak kesempatan
untuk melalukan hubungan-hubungan antarbudaya dalam hidup kita sehari-hari.
Sementara
fenomena global ini tengah berlangsung, ada pula sejenis revolusi budaya di
negara kita sendiri. Kejadian-kejadian domestik telah memaksa kita
memperhatikan budaya-budaya, subbudaya-subbudaya dan subkelompok-subkelompok
yang baru. Orang-orang dari suku bangsa lain, orang-orang Cina, kaum wanita,
kaum homoseks, kaum miskin, para pecandu obat bius, kaum remaja, dan
kelompok-kelompok lain yang tak terhitung jumlahnya, telah semakin nyata dan
vokal, dan mereka telah merisikan banyak orang. Sering, perilaku komunikatif
mereka tampak asing, bahkan aneh, dan gagal memnuhi harapan kita.
Perhatian
terhadap kelompok-kelompok minoritas ini telah menyadarkan kita bahwa kontak
antarbudaya tidak saja tak terhindarkan, tapi juga tak berhasil. Pendeknya,
kita telah dapatkan bahwa komunikasi antarbudaya itu sulit. Bahkan bila
hambatan bahasa pun tertanggulangi, kita masih juga gagal memahami dan
dipahami. Kegagalan-kegagalan ini, baik di arena internasional ataupun di arena
domestic, telah memaksa kita mengawinkan budaya dan komunikasi dan menjadikan
komunikasi antarbudaya sebagai suatu bidang studi. Inheren dalam perpaduan ini
adalah gagasan bahwa komunikasi antarbudaya memerlukan penelitian tentang
budaya dan kesulitan-kesulitan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berbeda
budaya.
Komunikasi
antarbudaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan
penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain. Oleh karena itu, kita
akan membahas hubungan antara komunikasi, budaya dan komunikasi antarbudaya.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari
uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
1.
Apa yang dimaksud dengan
budaya?
2.
Bagaimana terjadinya
komunikasi antarbudaya?
3.
Bagaimana hubungan antara
budaya dan komunikasi?
4.
Apa saja parameter-parameter
budaya itu?
5.
Apa saja yang termasuk dalam
karakteristik-karakteristik budaya:
6.
Apa saja prestasi terbesar
manusia dan keunggulannya?
C. PEMBATASAN MASALAH
Dari
uraian latar belakang di atas, maka batasan masalahnya adalah kajian tentang
bagaimana hubungan budaya dengan masyarakat.
D. TUJUAN
Untuk
mengetahui dan memahami kajian tentang masyarakat dan habitat budaya.
E. MANFAAT
1. Sebagai
sumber yang bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
2. Menjadi
informasi yang dapat diterima oleh banyak pihak.
3. Dengan adanya
informasi seputar tentang masyarakat dan budaya ini kita dapat mengetahui apa
hubungan budaya itu sendiri dengan masyarakat begitu juga dengan hubungan
antara budaya dan komunikasi tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
1. BUDAYA
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia
belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut
budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makna, praktek komunikasi,
tindakan-tindakan social, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi,
semua itu berdasarkan pola-pola budaya. Ada orang-orang yang berbicara bahasa
Tagalog, memakan ular, menghindari minuman keras terbuat dari anggur,
menguburkan orang-orang mati, berbicara melalui telepon, atau meluncurkan roket
ke bulan, ini semua karena mereka telah dilahirkan atau sekurang-kurangnya
dibesarkan dalam suatu budaya yang mengandung unsur-unsur tersebut.
Budaya
adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan
sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna,
hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta,
objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari
generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan
diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk kegiatan dan perilaku yang
berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya
komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di
suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis
tertentu dan pada suatu saat tertentu. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat
dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan
sehari-hari.
Budaya
dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan
siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung,
tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang
ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan
menafsirkan pesan.
2. KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Hal-hal
yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi
antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen
komunikasi juga berkenaan dengan komunikasi antarbudaya. Namun apa yang
terutama menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan penerimanya
berasal dari budaya yang berbeda. Ciri ini saja memadai untuk mengidentifikasi
suatu bentuk interaksi komunikatif yang unik yang harus memperhitungkan peranan
dan fungsi budaya dalam proses komunikasi.
Komunikasi
antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan
penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaaan demikian,
kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di
mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam
budaya lain. Seperti telah kita lihat, budaya mempengaruhi orang-orang yang
berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku
komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang. Konsekuensinya, perbendaharaan
yang dimiliki dua orang yang berbeda
budaya akan pula berbeda, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan.
Dalam
setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini
menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit
berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua hal.
Pertama, ada pengaruh-pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu.
Kedua, meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu,
orang-orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang berbeda-beda.
3. BUDAYA DAN KOMUNIKASI
Hubungan
antara budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami komunikasi
antarbudaya, oleh karena melalui pengaruh budaya lah orang-orang belajar
berkomunikasi. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna
yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Cara-cara
kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa
yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama
merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh
budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka
praktek dan perilaku komunikasi individu yang diasuh dalam budaya tersebut pun
akan berbeda pula.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Unsur-unsur sosio-budaya ini merupakan bagian-bagian dari komunikasi
antarbudaya. Bila kita memadukan unsur tersebut, sebagaimana yang kita lakukan
ketika kita berkomunikasi, unsur tersebut bagaikan komponen suatu sistem stereo
setiap komponen berhubungan dengan dan membutuhkan komponen lainnya. Dalam
keadaan sebenarnya, unsur-unsur tersebut tidak terisolasi dan tidak berfungsi
sendiri-sendiri. Unsur-unsur tersebut membentuk suatu matriks yang kompleks
mengenai unsur-unsur yang sedang berinteraksi yang beroperasi bersama-sama,
yang merupakan suatu fenomena kompleks yang disebut komunikasi antarbudaya.
4. PARAMETER-PARAMETER BUDAYA
Budaya
adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Ia bukanlah sesuatu
yang dimilki oleh sebagian orang dan tidak dimilki oleh sebahagian orang
lainnya, ia dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian merupakan suatu
faktor pemersatu. Budaya merupakan juga pengetahuan yang dapat di
komunikasikan, sifat-sifat perilaku dipelajari yang juga ada pada
anggota-anggota dalam duatu kelompok sosial dan berwujud dalam lembaga-lembaga
dan artefak-artefak mereka. E.B. Taylor,
Bapak antropologi budaya, mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan komleks
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan atau kebiasan-kebiasan lain yang diperoleh angota-anggota
suatu masyarakat. Dalam hal ini setiap kelompok budaya menghasilkan
jawaban-jawaban khususnya sendiri terhadap tantangan-tantangan hidup seperti
kelahiran, pertumbuhan, hubungan-hubungan sosial dan bahkan kematian.
Budaya
membantu kita memahami wilayah ruang
yang kita tempati. Suatu tempat hanya asing bagi ornag-orang asing tidak bagi
orang-orang yang menempatinya. Budaya memudahkan kehidupan dengan memberikan
solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah dengan
menetapkan pola-pola hubungan, dan cara-cara memilihara kohesi dan konsensus
kelompok banyak cara atau pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan
mengkategorikan suatu budaya agar budaya tersebut lebih mudah dipahami.
5. KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK BUDAYA
- Komunikasi dan bahasa
Sitem komunikasi, verbal dan non verbal, membedakan satu
kelompok dari kelompok lainnya. Terdapat banyak bahasa asing di dunia sejumlah
bangsa memiliki lima belas atau lebih bahasa utama. Lebih jauh lagi makna-makna
yang diberikan kepada gerak-gerik, misalnya sering berbeda secara kultural .
- Pakaian dan Penampilan
Ini meliputi pakaian dan dandanan luar, juaga dekorasi
tubuh yang cenderung berbeda secara kultural.Beberapa suku bangsa mencorengi
wajah-wajah mereka untuk bertempur, sementara sebahagian wanita menggunakan
kosmetik untuk memperlihatkan kecantikan. Banyak sub kultur menggunakan pakaian
yang khas, jeans sebagai pakaian kaum muda di seluruh dunia, seragam untuk
sekelompok orang tertentu seperti anak-anak sekolah atau polisi.
- Makanan dan Kebiasaan Makan .
Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan
sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lain di kota-kota
metropolitan, restoran-restoran sering menyediakan makanan-makanan nasional
tertentu untuk memenuhi selera budaya yang berlainan. Cara makan juga
berbeda-beda ada orang yang makan dengan tangan saja, adapula yang menggunakan
sumpit atas seperangkat alat makan yang lengkap
- Waktu dan Kesadaran akan Waktu
Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu
dengan budaya yang lainnya sebagian orang lainnya merelatifkan waktu. Dalam
beberapa budaya, kesegeraan ditentukan oleh usia atau status maka di beberapa
negeri orang-orang bawahan diharapkan datang tepat pada waktunya ketika menghadiri
rapat staff, tapi bos adalah orang yang terakhir tiba.
- Penghargaan dan Pengakuan
Suatu cara lain untuk mengamati suatu budaya adalah
dengan memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan
baik dan berani, lama pengabdian, atau bentuk-bentuk lain penyelesaian
tugas
- Hubungan-hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan
hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status,
kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan dan kebijaksanaan
- Nilai dan Norma
Sistem kebutuhan bervariasi pula sebagai mana
prioritas-prioritas yang melekat pada prilaku tertentu dalam kelompok mereka
yang menginginkan kelangsungan hidup, menghargai usaha-usaha pebgumpulan
makanan, penyediaan pakaian dan perumahan yang memadai sementara mereka yang
mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi menghargai materi, uang, gelar- gelar
pekerjaan, hukum, dan keteraturan. Berdasarkan sistem nialainya tersebut, suatu
budaya mnetapkan norma-norma berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
- Rasa Diri dan Ruang
Kenyamanan yang orang miliki dengan dirinya dapat di
ekspresikan secara berbeda oleh budaya. Identitas diri dan penghargaan dapat
diwujudkan dengan sikap sederhana dalam suatu budaya, sementara dalam budaya
lain ditunjukkan dengan perilaku yang agresif.
- Proses Mental dan Belajar
Beberapa budaya menekankan aspek pengembangan otak
ketimbang aspek lainnya, sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan
yang mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar.
- Kepercayaan dan Sikap
Barang kali klasifikasi yang paling sulit adalah
memastikan tema-tema kepercayaan utama sekelompok orang dan bagaimana faktor
ini serta faktor-faktor lainnya mempengaruhi sikap-sikap mereka terhadap diri
mereka sendiri dan orang-orang lain dan apa yang terjadi dalam dunia mereka.
6. PRESTASI TERBESAR MANUSIA DAN KEUNGGULANNYA
Segala sesuatu yang membedakan manusia dari primata
adalah bahasa. Kita bisa mengetahui bagaimana untuk berfikir, merasakan, untuk
menilai melalui bantuan dan ketidakleluasaan yang diberlakukan pada kita
melalui kata-kata, idiomatik, dan sintaksis bahasa kita. Pengalaman, mimpi, dan
kebijaksanaan dari generasi di masa lampau adalah warisan bahasa yang pelik dan
tidak bisa dihilangkan. Dan dengan bahasa, benda mati bisa berkolaborasi dalam
pendidikan kehidupan, dan dalam transformasi manusia menjadi manusia seutuhnya,
manusia yang bersejarah. Bahasa memungkinkan komunikasi menjadi lebih berarti
dan bermakna saling berbagi di antara masyarakat, membuat masyarakat untuk bisa membentuk
kehidupan bermasyarakat yang tahan lama dan untuk menciptakan dan mengalihkan
kebudayaan.
Karena
itulah, kita membahas kajian tentang perkembangan dan peranan masyarakat dan
kebudayaan dalam sikap sosial - dengan langkah pertama menyoroti bahasa,
kemenangan manusia.
1. Bahasa dan Komunikasi
Manusia adalah hewan yang mampu berbicara. Manusia mampu
mengembangkan dunia kata-kata dan ia tinggal di dunia ini sebagaimana ia hidup
dalam dunia yang penuh dengan hal dan orang-orang. Respon manusia terhadap
kata-kata dan penggunaannya akan kata-kata pada umumnya sama dengan
penanggapannya dan kegunaan masyarakat dan hal-hal lainnya. Manusia menggunakan
bahasa sebagai alat untuk mengendalikan tingkah lakunya dan tingkah laku
individu lainnya. Karakteristik mengesankan dari alat berbicara ini adalah
sifat sosialnya. Secara utama melalui alat berbicara dan bahasa yang dipakai
manusia untuk berkomunikasi antara satu sama lainnya tentang pemikiran, perasaan
dan niatannya.
Bahkan kalimat pertama yang diucapkan oleh seorang bayi
yang sedang belajar berbicara mencerminkan sifat antarpersonal berbicara, meski
derajat kemampuan berbicara pada anak-anak menjadi perdebatan hangat di
kalangan psikolog. Seorang psikolog Swiss, Piaget (1926) menjabarkan dua fungsi
berbicara bagi anak-anak: sosial dan egosentris. Pada pola berbicara sosial,
"anak menanggapi pendengarnya, menilai sudut pandangannya, berupaya
mempengaruhinya atau sebenarnya saling bertukar gagasan dengannya." Pada
pola berbicara egosentris, "anak tidak perlu repot-repot untuk mengetahui
dengan siapa ia berbicara, ataupun apakah pembicaraannya didengar atau tidak
oleh lawannya. Ia bisa saja berbicara pada dirinya sendiri atau demi kesenangan
orang yang kebetulan ada di sana pada saat itu." Dan setelah mengobservasi
sejumlah anak, Piaget menyimpulkan bahwa pola berbicara sosial terkadang muncul
sampai anak menginjak usia tujuh tahun.
Repetisi dari kajian Piaget oleh penyelidik lainnya tidak
bisa mengkonfirmasikan hasil temuannya tadi. Miller (1951), yang meringkas
penyelidikan ini, menyimpulkan bahwa kumpulan berbicara anak-anak - kira-kira
90 persen - adalah berkategori sosial.
Sedangkan
psikiater Rusia, Vigotsky (1939) berpendapat bahwa monolog yang disebut
"egosentris" oleh Piaget adalah benar-benar mengarah pada lainnya.
Manakala Vigotsky menempatkan seorang anak yang berbicaranya menunjukkan semua
karakteristik berbicara egosentris - berceloteh, pendek dan kalimatnya tidak
lengkap - di antara anak-anak yang bisu-tuli, atau dalam ruang terisolasi, atau
di ruangan yang penuh dengan suara, jumlah pembicaraan seorang anak menurun
secara drastis. Vigotsky mengartikan ini sebagai indikasi bahwa anak menyakini
kalau bicaranya yang berceloteh tadi bisa dipahami oleh lainnya, dan manakala
situasi eksternal yang membuat komunikasi menjadi sulit atau tidak memungkinkan
atau bahkan berhenti berbicara. Anak tersebut, kita harus ingat, tidak perlu
membedakan interpretasinya terhadap dunianya dengan dunia orang lainnya. Ia
bertindak seolah-olah yang lainnya menerima apa yang juga diterimanya dan
memahami apa yang ia pahami, termasuk bahasa idiosinkratisnya. Tendensi ini,
sebagaimana yang akan kita saksikan, tidaklah sepenuhnya terbatas pada anak
tersebut, dan terdapat pada dasar dari berbagai kegagalan berkomunikasi. Namun
hal yang penting, menurut data eksperimen terbaik yang tersedia, adalah
berbicara - semua pembicaraan - merupakan bentuk dari sikap antar personal.
2. Kata-kata sebagai Objek
Perkataan manusia merupakan bagian dari dunianya yang
sebenarnya. Kata-kata mereka dinilai sebagai
keberadaan hak-hak mereka, dan ditanggapi dengan segera. Salah satu
alasan atas seringnya kesalahan pengartian dari fungsi-fungsi kata-kata dalam
tingkah laku kita adalah keyakinan bahwa karena kata-kata merupakan simbol,
maka seluruh tingkah laku bahasa merupakan tingkah laku yang
"menggantikan" atau "dilakukan untuk orang lain". Tapi kita
mengetahui tentang persepsi kita soal kata-kata mengindikasikan bahwa kata-kata
seringkali dirasakan dalam cara pengartian yang sama yang mana kita menilai
objek lainnya. Jika kita mendengar suara bising dengan tiba-tiba, kita langsung
memberikan reaksi pada suara tersebut; kita terkejut atau menjadi takut
terhadap suara itu sendiri, bukan semata-mata oleh suara sebagai
"tanda-tanda" tentang sesuatu lainnya. Manakala kita mendengar suatu
kata atau suatu kalimat, seringkali kita bereaksi langsung dan segera terhadap
hal itu sebagaimana kita terhadap objek lainnya dalam dunia nyata kita. Fungsi kata
dalam tingkah laku individu adalah sama terhadap fungsi objek-objek lainnya.
Seperti objek yang kita dengar dan pahami layaknya seperti seorang pejalan kaki
harus bisa menyesuaikan diri terhadap kecepaan suatu kendaraan.
Menurut sejumlah mahasiswa jurusan bahasa, terdapat
kata-kata yang pengartiannya ditentukan oleh suara darikata-kata itu. Ini
merupakan kata-kata onomatotopoetik atau "menggema" yang terlihat
menyerupai suara dari objek yang dimaksud seperti kata "kwek" yang
digunakan sebagai acuan seruan terhadap hewan bebek. Roger W. Brown, A. H.
Black, dan A.E. Horowitz, saat menjadi mahasiswa Harvard, melakukan kajian yang
berpendapat bahwa terdapat banyak hubungan berartikan-suara yang sama pada
semua manusia dan hubungan-hubungan ini bisa didapati pada semua bahasa.
Investigasi mereka dimulai dengan daftar yang berisikan
21 pasangan antonim bahasa Inggris yang dipilih karena sifat sensornya yang
sama (contohnya warm-cool, panas-dingin, heavy-light, berat ringan).
Selanjutnya daftar tersebut diterjemahkan dalam bahasa Mandarin, Ceko, dan
Hindi oleh penutur asli dari ketiga bahasa tersebut, yang juga merekam
pengucapan kata-kata tersebut.
Prosedur eksperimen yang dipakai bisa dilihat seperti
pada contoh. Subjek percobaannya adalah 86 mahasiswa Harvard dan Radcliffe yang
sama sekali tidak paham bahasa Mandarin, Ceko dan Hindi dan mereka mendengarkan
dengan seksama rekaman pengucapan kata-kata Mandarin tun dan K'udi, dan diminta
untuk menebak kata mana yang bermakna tajam dan mana yang bermakna tumpul. Prosedur
yang sama juga dipakai bagi 20 pasang kata lainnya. Persentase keseluruhan dari
pasangan yang tepat atas 21 pasangan tersebut adalah 62 persen bagi bahasa
Mandarin, 62 persen bagi bahasa Ceko dan 61 persen bagi bahasa Hindi. Sedangkan
perubahan level menebak, sudah pasti, adalah 50 persen.
3. Bahasa dan Kebudayaan
Dua tipe hubungan yang berbeda telah didalilkan untuk
diadakan antara bahasa dan kebudayaan. Pada sisi lainnya, seperti yang telah
disarankan bahwa bahasa dari masyarakat ditentukan oleh atau mencerminkan,
kebudayaan mereka, dan, di sisi lainnya, bahwa bahasa dari masyarakat boleh
jadi merupakan asal, determinasi dari kebudayaan mereka.
4. Bahasa - Cermin Kebudayaan
Telah lama diasumsikan kalau bahasa masyarakat
mencerminkan kebudayaan mereka, yang bisa dinilai sebagai kristalisasi
pemikiran suatu masyarakat. Terlihat aman untuk mengasumsikan bahwa bahasa
masyarakat memang mencerminkan keprihatinan dan kepentingan dominan mereka.
Thomas (1937) menekankan bahwa dalam bahasa Arab terdapat sekira enam ribu nama
yang bisa diasosiasikan dengan "unta". Hal yang sama, Boas (1938)
menekankan bahwa terdapat banyak variasi bahasa untuk perkataan
"salju" di kalangan masyarakat Eskimo. "Dalam kehidupan eskimo,
salju memiliki pengartian yang sangat berbeda seperti dengan butiran salju yang
jatuh, salju lembut pada permukaan tanah, salju yang terseret atau seretan
salju. Air es tawar, air es asin, gumpalan (bongkahan) es, memainkan peran yang
sangat berbeda dalam kehidupan mereka dan semuanya ini dirancang oleh
norma-norma yang distingtif." Dalam kajiannya, "Englishmen,
Frenchmen, and Spaniards", De Madariaga (1929) berpendapat bahwa bahasa
masyarakat adalah kunci untuk membuka kebudayaan mereka. Sebagai contoh,
perkataan "permainan adil", "le droit", dan "el
honor" merupakan kunci utama bagi ketiga kebudayaan ini. Kalangan masyarakat menengah bawah dan atas,
berbicara dengan bahasa yang berbeda pula, Bernstein (1959), sebagai mana kita
akan saksikan, mendapati bahwa bahasa "publik" bagi masyarakat Inggris
yang berpendidikan rendahan sangat berbeda dengan bahasa "resmi" yang
dipakai kalangan kelas atas. Jadi tidaklah mengherankan jika perbedaan kelas
bahasa ini mencerminkan perbedaan dalam cara berpikir pada masyarakat di kedua
kelas tersebut.
4. Bahasa - Pembentuk Kebudayaan
Kini kita beralih pada pertanyaan yang memiliki
kepentingan panjang linguis dan filosifis: Apa pengaruh bahasa terhadap pola
berpikir masyarakat dan mengatasi objek dan peristiwa yang terjadi di dunia
mereka? Lebih ratusan lalu, Von Humboldt menilai bahwa struktur bahasa di
masyarakat (vokabulari dan tata bahasa) turut mempengaruhi konsepsi masyarakat
dunia. Sapir (1929) telah menetapkan gagasan awal-awal ini pada formulasi
klasiknya atas masalah bahasa dan kebudayaan:
Manusia
tidak hidup sendiri dalam dunia yang objektif ini, ataupun tidak sendirian
dalam aktivitas dunia sosial seperti yang dipahami secara umum, tapi lebih pada
kebaikan suatu bahasa.
5. Bahasa - kunci kebudayaan
Roland W. Force, kurator arcakologi osenaik dan etnologi
di Chicago Natural History Museum dan istrinya, Maryanne Force, telah
mempelajari perihal berbicara dalam bahasa yang dipakai oleh kalangan
masyarakat Palau. Kepulauan Palau terletak di antara Mikronesia di Pasifik
Barat. Pasangan suami istri tersebut mengasumsikan bahwa kata-kata bahasa
adalah model "buatan sendiri" yang membantu masyarakat untuk mendefinisikan
keuniversalan mereka dan pekerjaannya.
6. Memahami Sandi
Budaya
Kesulitan yang mula-mula timbul dalam mengkaji budaya
ialah bahwa kita tidak terbiasa menganalisis pola budaya; bahkan kita jarang
menyadarinya. Seolah-olah kita atau manusia dari masyarakat yang manapun
dibesarkan dengan pemahaman mengenai dunia melalui kaca mata yang mempunyai
lensa kabur. Hal-hal, peristiwa-peristiwa dan hubungan-hubungan yang kita
anggap berada “diluar sana” pada kenyataannya di saring melalui layar persepsi
ini. Reaksi pertama, mau tidak mau,pada waktu menjumpai orang-orang yang
mengenakan kacamata berlainan ialah menganggap prilaku mereka sebagi aneh atau
keliru. Memandang cara kehidupan masyarakat lain menurut kacamata budaya kita
sendiri dinamakan etnosentrisme. Proses menyadari, menganalisis kacamata kita
sendiri adalah justru tindakan yangmenyakitkan. Kita melakukan yang terbaik
bila kita mempelajari kacamata orang lain. Walaupun kita tidak akan pernah
melepas kacamata kita dalam memahami dunia “seperti apa adanya” atau berusaha
melihat kacamata orang lain tanpa mengenakan kacamata kita, kita palingtidak
dapat belajar memahaminya.
Dengan suatu upaya mental kita dapat mulai menyadari
sandi-sandi yang biasanya tersembunyi di bawah prilaku kita sehari-hari.
Camkanlah prilaku mental yang anda lakukan bial anda pergi ke pusat perbelanja
yang asing dengan membawa daftar barang yang hendak dibeli. Anda punya petunjuk
mental yang membawa anda ke bagian buah-buahan, sayur-sayuran, daging-daging
segar, bagia es krim dan makanan pangan asing yang disimpan dalam lemari es dan
sebagainya. Pada rak-rak akan dijumpai beberapa bumbu dan diantara buah-buahan
dan sayur-sayuran kaleng mungkin dijumpai buah kaleng. Jadi tantangan pertama,
berupa pusat perbelanja yang tidak anda kenal berperan untuk mengarahkan anda
mungkin sekedar menemukan rak demi rak dengan membawa daftar belanja anda,
memungut barang-barang yang hendakanda beli pada saat menjumpainya dengan
demikian anda mempergunakan perangakan katagorimental anda, petunjuk mental
umum anda, dengan kenyataan bagaimana pusat perbelanja tersebut di atur.
Bilamana anda sudah selesai berkeliling masih juga
terdapat beberapa barang pada daftar yang belum dibeli mungkin susu masam
kental yang mungkin tidak ada di dekat susu sebgaimana anda harapkan dan saus,
yang tidak ada di dekat kecap, di tempat mana anda telah mencarinya. Anda
melihat pada petunjuk bagian yang tertera di tembok atau sepanjang gang antar
rak-rak, sambil membandingkan pengaturan sesungguhnya dengan apa yang
andabayangkan dan mempertanyakan bagaimana mereka memilah-milah barang yang
anda cari. Kemudian anda jumpai saus
bumbu daging atau saus tomat yang seharusnya dibagian pangan asing yang belum
anda temui.
Dalam semuanya tadi, anda menggunakan sistem pengetahuan
yang sangat berbelit-belit yang tersimpan di benak anda. Tetapi hanya sebagian
saja yang dibawa ke dalam alam sadar. Pengetahuan yang ada dalam petunjuk mental
anda tidak persis sama dengan pengetahuan yang dimiliki para pebelanja lainnya.
Tetapi pengetahuan anda dan mereka itu cukup serupa sehingga anda terhindar
dari sering berpapasan dan anda menghindari pelanggaran peraturan tersirat
prihal keintim jasmani, kontak mata dan arah ruang gerak yang akhirnya
menemukan bagian yang anda cari.
Pengamatan dari pusat perbelanjaan sampai sekian banyak
saling pengertian lainnya, yang kita perlukan guna makan di restoran,
berkenderaan di jalanan, berpakaian sehingga sedap dipandang atau bermain
tenis, maka apa yang dimaksudkan dengan budaya oleh para antropolog akan segera
tampak. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak sekedar memilih alternatif yang
cocok guna bertindak; kita saling menafsirkan alternatif-alternatif itu, saling
membangun diatas tindakan dan makna masing-masing. Menguangkan cek di Bank atau
pergi keruang praktek dokter bukanlah sekedar realisasi kegiatan-kegiatan rutin
yang di programkan oleh budaya tapi adalah proses sosial di mana si juru bayar di
bank dan sipelanggan, atau dokter dengan pasien, berkomunikasi sedemikian rupa
yang memerlukan adanya saling pengertian. Dalam banyak peristiwa kapasitas
dimana kita saling berhadapan tidak begitu jelas pemisahnya sehingga interaksi
sosial merupakan arena tawar menawar dan penegasan hubungan (tidak sekedar
memajukan peran yang sudah ditentukan). Apakah seorang dosen yang dijumpai di
luar kampus, diartikan secara formal dan informal oleh si mahasiswa sebagai
guru atau kenalan? Bagaimana hubungan antara orang-orang yang sebelumnya pernah
berpacaran?Bagaimana jika mereka hanya berduaan, bagaiamana mereka bersama
orang lain? Bagaimana jika meraka bersam dengan pacar yang sekarang? Petunjuk,
isyarat dan pemahaman meraka semuanya adalah sekaligus persoalan dan individu,
dari adat kebiasaan (meskipun tidak disadari dan gaya perorangan)
7. Budaya sebagai
Sistem Makna yang Dimiliki Bersamaan
Budaya
tidak terdiri dari benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dapat kita amati
hitung dan ukur: budaya terdiri dari gagasan-gagasan dan makna yang dimiliki
bersama-sama. Clifford Geertz dalam Kecsing (1981) memberikan contoh yang
menarik. Misalnya kejapan mata (tidak disengaja) dan kedipan mata yang
disengaja. Sebagai peristiwa lahiriah, keduanya mungkin serupa dan pengukuran
keduannya tidak menemukan perbedaan. Yang satu adalah tanda, kode yang
mengandung makna yang sama bagi orang Amerika (tetapi yang mungkin tidak akan
bisa dimengerti oleh orang Eskimo atau Aborijin Australia) hanya dalam
kesemestaan makna yang dimiliki bersama bunyi-bunyi dan peristiwa-peristiwa
fisik bisa dipahami dan meneruskan informasi.
Suatu cerita antropologi; sesuatu yang benar-benar
terjadi akan bisa memberikan gambaran
tentang corak dan makna budaya. Seorang wanita Bulgaria menjamu makan teman-teman
suami Amerikanya, antara lain seorang mahasiswa dari Asia. Setelah para tamunya
menyikat isi piring masing-masing, dia bertanya jika anda ingin tambah lagi,
nyonya rumah Bulgaria yang membiarkan tamunya merasa lapar akan merasa malu. Si
mahasiswa asia menerima tawaran tambah lagi, dan kemudian tambah lagi untuk
ketiga kalinya,karena si nyonya rumah telah mempersiapkannya di dapur.
Akhirnya, ketika ia sedang menyantap tambah yang keempat kalinya, si mahasiswa
asia terkulai ke lantai tetapi hal itu di negerinya lebih baik dari pada
menghina nyonya rumah karena menolak makanan yang telah disediakan. Seorang
nyaonya rumah yang menawarkan tambah sampai dua atau tiga kali bukanlah bagian
dari bangsa Bulgaria; tetapi dasar-dasar konseptual yang terletak di belakang
tindakan-tindakan, pola-pola dari makna yang menjadikannya terpahami adalah
budaya Bulgaria. Budaya bangsa Bulgaria adalah suatu yang dipelajari, sesuatu
yang berada dibenak orang Bulgaria dengan begitu budaya tadi tidak dapat dikaji
atau diamati secara langsung. Si wanita Bulgaria itu juga tidak dapat
mengisahkan premis-premis dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar prilakunya.
Bila kita katakan bahwa budaya Bulgaria merupakan suatu
sistem pemikiran, bahwa itu dinyatakan di benak orang Bulgaria, kita membuat
masalah filsafat yang sulit. Apakah itu berarti bahwa budaya pada dasarnya
merupakan suatu sistem kejiwaan yang terdapat dibenak masing-masing
orang?apakah budaya Bulgaria itu “ada dibenak” masing-masing orang Bulgaria?
Menurut Geertz, makna budaya adalah umum, dan realisasinya terdapat pada
masing-masing orang. Suatu sandi untuk berkomunikasi ada dalam pengertian yang
berada dalam pengetahuan perseorangan tentang hal itu.
8. Budaya Sebagai
Milik Publik Budaya Sebagai Milik Perorangan
Menurut Geertz budaya adalah sistem dari tujuan
masyarakat, bukannya sandi perorangan di benak masing-masing anggota
masyarakat, menunjukan ke arah pengertian “budaya Bulgaria” yang telah ada
sebelum (dan terlepas dari) pendapat bahwa budaya, misalnya bahasa Bulgaria,
terdiri dari kaedah-kaedah dan makna-makna yang menembus benak perorangan.
Mereka berpendapat bahwa sebagai suatu sistem konseptual, budaya Bulgaria
tersusun (dan mengalami perubahan) menurut cara-cara yang tidak mudah dipahami
jika kita memandangnya sebagai suatu susunan yang diketahui oleh setiap orang
Bulgaria.
Lebih
lanjut susunan pengetahuan perorangan tentang dunia, misalnya susunan bahasa
dibatasi dan dibentuk oleh struktur pemikiran dan otak. Warisan masyarakat
beruap pengetahuan budaya di pengaruhi oleh banyak kendala “dunia nyata” : ia
harus membawa manusia untuk berkembang biak mengasuh anak menyediakan pangan
dan mengatur kehidupan sosial mereka dalam cara-cara yang mempertahankan
penduduk di dalam suatu ekosistem, bila ini tak terpenuhi ia tidak akan
bertahan sebagaimana suatu tradisi budaya. Tetapi suatu tradisi budaya, sebagai
suatu komposisi dari berbagai konseptualisasi perorangan mengenai dunia mereka,
juga harus (seperti halnya bahasa) bisa dipelajari dan digunakan oleh binatang
yang punya otak, seperti otak manusia. Jika kita menguraikan budaya sebagai
sesuatu yang melayang-layang dan berada di luar individu yang berperan serta di
dalamnya, kita bisa mengalami resiko menciptakan suatu sistem palsu yang tidak
bisa dipelajari dan digunakan manusia.
9. Hubungan Budaya
dengan Masyarakat
Marilah kita mulai dengan suatu masyarakat, katakanlah
suatu kota di Bulgaria (di Manus). Kita dapati bahwa orang berkelompok dalam
keluarga dan dalam kegiatan bersama lainnya: perkumpulan sepak bola di
Bulgaria, kelompok orang yang mempunyai nenek moyang sama di Manus. Kita jumpai
orang bertindak dalam berbagai kapasitas: sebagai dokter di Bulgaria, sebagai
dukun atau seniman atau penjual ikan di Manus. Dari berbagai kapasitas dimana
orang bertindak dan kelompok yang mereka bentuk kita dapat membuat perangkat
abstraksi lainya (merupakan pelengkap bagi perangkat yang kita buat untuk sandi
pemikiran yang memungkinkan orang Bulgaria atau warga kepulauan Manus
berkomunikasi dan hidup bersama). Perangkat abstarksi kedua terfokus pada
berbagai hubungan dan kegiatan sosial.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Budaya adalah suatu konsep
yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefenisikan sebagai tatanan
pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama,
waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan
milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui
usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan
dalam bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi
tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan
orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis
tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat
tertentu. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi ayng
memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Budaya
membantu kita memahami wilayah ruang
yang kita tempati. Suatu tempat hanya asing bagi ornag-orang asing tidak bagi
orang-orang yang menempainya. Budaya memudahkan kehidupan dengan memberikan
solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah dengan
menetapkan pola-pola hubungan, dan cara-cara memilihara kohesi dan konsensus
kelompok banyak cara atu pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan
mengkategorikan suatu budaya agar budayanya tersebut lebih mudah dipahami.
B. SARAN
Dengan menjadi manusia antar budaya tidaklah berarti
bahwa kita lalu kehilangan kita sebagai warga dari bangsa dan budaya tertentu.
Tidak pula berarti bahwa kita secara harfiah “berbuat seperti orang Roma jika
berada di Roma”. Tetapi kita berusaha berfikir, bersikap, dan berprilaku dengan
cara-cara yang dapat diterima budaya orang lain dan juga diterima budaya kita
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Kecsing, Roger M. dan Samuel
Gunawan. (1981). Antropologi Budaya Suatu Prespektif Kontemporer, Ed II
jilid I. Jakarta: Erlangga.
Krech, David, Richard S. Crutchfield dan Egerton L. Ballachey. (1962) Individual
In Society. California: McGraw-Hill Book Company.
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. (1993). Komunikasi Antar Budaya.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar