Jumat, 25 Mei 2012

HUBUNGAN BUDAYA DENGAN MASYARAKAT


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
            Pembangunan yang cepat dan luas di bidang transportasi dan komunikasi telah menyebabkan dunia susut, kita memasuki era dunia. Mobilitas kita telah meningkat sehingga jarak tidak lagi merupakan masalah. Pesawat-pesawat jet dapat membawa kita ke mana saja dengan waktu sekian jam, orang-orang di seluruh dunia bergerak. Para pedagang internasional, mahasiswa-mahasiswa asing, diplomat-diplomat, dan terutama turis-turis memasuki dan keluar dari aneka ragam budaya yang sering tampak asing dan kadang-kadang misterius. Kini kita mempunyai banyak kesempatan untuk melalukan hubungan-hubungan antarbudaya dalam hidup kita sehari-hari.
            Sementara fenomena global ini tengah berlangsung, ada pula sejenis revolusi budaya di negara kita sendiri. Kejadian-kejadian domestik telah memaksa kita memperhatikan budaya-budaya, subbudaya-subbudaya dan subkelompok-subkelompok yang baru. Orang-orang dari suku bangsa lain, orang-orang Cina, kaum wanita, kaum homoseks, kaum miskin, para pecandu obat bius, kaum remaja, dan kelompok-kelompok lain yang tak terhitung jumlahnya, telah semakin nyata dan vokal, dan mereka telah merisikan banyak orang. Sering, perilaku komunikatif mereka tampak asing, bahkan aneh, dan gagal memnuhi harapan kita.
            Perhatian terhadap kelompok-kelompok minoritas ini telah menyadarkan kita bahwa kontak antarbudaya tidak saja tak terhindarkan, tapi juga tak berhasil. Pendeknya, kita telah dapatkan bahwa komunikasi antarbudaya itu sulit. Bahkan bila hambatan bahasa pun tertanggulangi, kita masih juga gagal memahami dan dipahami. Kegagalan-kegagalan ini, baik di arena internasional ataupun di arena domestic, telah memaksa kita mengawinkan budaya dan komunikasi dan menjadikan komunikasi antarbudaya sebagai suatu bidang studi. Inheren dalam perpaduan ini adalah gagasan bahwa komunikasi antarbudaya memerlukan penelitian tentang budaya dan kesulitan-kesulitan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berbeda budaya.
            Komunikasi antarbudaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain. Oleh karena itu, kita akan membahas hubungan antara komunikasi, budaya dan komunikasi antarbudaya.   

B. PERUMUSAN MASALAH
            Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
1.     Apa yang dimaksud dengan budaya?
2.    Bagaimana terjadinya komunikasi antarbudaya?
3.    Bagaimana hubungan antara budaya dan komunikasi?
4.    Apa saja parameter-parameter budaya itu?
5.    Apa saja yang termasuk dalam karakteristik-karakteristik budaya:
6.    Apa saja prestasi terbesar manusia dan keunggulannya?

C. PEMBATASAN MASALAH
            Dari uraian latar belakang di atas, maka batasan masalahnya adalah kajian tentang bagaimana hubungan budaya dengan masyarakat.

D. TUJUAN
            Untuk mengetahui dan memahami kajian tentang masyarakat dan habitat budaya.

E. MANFAAT
      1.   Sebagai sumber yang bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
      2.   Menjadi informasi yang dapat diterima oleh banyak pihak.
      3.   Dengan adanya informasi seputar tentang masyarakat dan budaya ini kita dapat mengetahui apa hubungan budaya itu sendiri dengan masyarakat begitu juga dengan hubungan antara budaya dan komunikasi tersebut
BAB II
PEMBAHASAN

1. BUDAYA
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makna, praktek komunikasi, tindakan-tindakan social, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya. Ada orang-orang yang berbicara bahasa Tagalog, memakan ular, menghindari minuman keras terbuat dari anggur, menguburkan orang-orang mati, berbicara melalui telepon, atau meluncurkan roket ke bulan, ini semua karena mereka telah dilahirkan atau sekurang-kurangnya dibesarkan dalam suatu budaya yang mengandung unsur-unsur tersebut.
            Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
            Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.

2. KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
            Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen komunikasi juga berkenaan dengan komunikasi antarbudaya. Namun apa yang terutama menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Ciri ini saja memadai untuk mengidentifikasi suatu bentuk interaksi komunikatif yang unik yang harus memperhitungkan peranan dan fungsi budaya dalam proses komunikasi.
            Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain. Seperti telah kita lihat, budaya mempengaruhi orang-orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang. Konsekuensinya, perbendaharaan yang dimiliki  dua orang yang berbeda budaya akan pula berbeda, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan.
            Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh-pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang-orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang berbeda-beda.

3. BUDAYA DAN KOMUNIKASI
            Hubungan antara budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami komunikasi antarbudaya, oleh karena melalui pengaruh budaya lah orang-orang belajar berkomunikasi. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktek dan perilaku komunikasi individu yang diasuh dalam budaya tersebut pun akan berbeda pula.
            Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Unsur-unsur sosio-budaya ini merupakan bagian-bagian dari komunikasi antarbudaya. Bila kita memadukan unsur tersebut, sebagaimana yang kita lakukan ketika kita berkomunikasi, unsur tersebut bagaikan komponen suatu sistem stereo setiap komponen berhubungan dengan dan membutuhkan komponen lainnya. Dalam keadaan sebenarnya, unsur-unsur tersebut tidak terisolasi dan tidak berfungsi sendiri-sendiri. Unsur-unsur tersebut membentuk suatu matriks yang kompleks mengenai unsur-unsur yang sedang berinteraksi yang beroperasi bersama-sama, yang merupakan suatu fenomena kompleks yang disebut komunikasi antarbudaya.

4. PARAMETER-PARAMETER  BUDAYA
            Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Ia bukanlah sesuatu yang dimilki oleh sebagian orang dan tidak dimilki oleh sebahagian orang lainnya, ia dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian merupakan suatu faktor pemersatu. Budaya merupakan juga pengetahuan yang dapat di komunikasikan, sifat-sifat perilaku dipelajari yang juga ada pada anggota-anggota dalam duatu kelompok sosial dan berwujud dalam lembaga-lembaga dan artefak-artefak mereka.  E.B. Taylor, Bapak antropologi budaya, mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan komleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau kebiasan-kebiasan lain yang diperoleh angota-anggota suatu masyarakat. Dalam hal ini setiap kelompok budaya menghasilkan jawaban-jawaban khususnya sendiri terhadap tantangan-tantangan hidup seperti kelahiran, pertumbuhan, hubungan-hubungan sosial dan bahkan kematian.
            Budaya membantu kita memahami  wilayah ruang yang kita tempati. Suatu tempat hanya asing bagi ornag-orang asing tidak bagi orang-orang yang menempatinya. Budaya memudahkan kehidupan dengan memberikan solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah dengan menetapkan pola-pola hubungan, dan cara-cara memilihara kohesi dan konsensus kelompok banyak cara atau pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan mengkategorikan suatu budaya agar budaya tersebut lebih mudah dipahami.

5. KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK BUDAYA
  1. Komunikasi dan bahasa
Sitem komunikasi, verbal dan non verbal, membedakan satu kelompok dari kelompok lainnya. Terdapat banyak bahasa asing di dunia sejumlah bangsa memiliki lima belas atau lebih bahasa utama. Lebih jauh lagi makna-makna yang diberikan kepada gerak-gerik, misalnya sering berbeda secara kultural .
  1. Pakaian dan Penampilan
Ini meliputi pakaian dan dandanan luar, juaga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural.Beberapa suku bangsa mencorengi wajah-wajah mereka untuk bertempur, sementara sebahagian wanita menggunakan kosmetik untuk memperlihatkan kecantikan. Banyak sub kultur menggunakan pakaian yang khas, jeans sebagai pakaian kaum muda di seluruh dunia, seragam untuk sekelompok orang tertentu seperti anak-anak sekolah atau polisi. 
  1. Makanan dan Kebiasaan Makan .
Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lain di kota-kota metropolitan, restoran-restoran sering menyediakan makanan-makanan nasional tertentu untuk memenuhi selera budaya yang berlainan. Cara makan juga berbeda-beda ada orang yang makan dengan tangan saja, adapula yang menggunakan sumpit atas seperangkat alat makan yang lengkap
  1. Waktu dan Kesadaran akan Waktu
Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya sebagian orang lainnya merelatifkan waktu. Dalam beberapa budaya, kesegeraan ditentukan oleh usia atau status maka di beberapa negeri orang-orang bawahan diharapkan datang tepat pada waktunya ketika menghadiri rapat staff, tapi bos adalah orang yang terakhir tiba.  
  1. Penghargaan dan Pengakuan
Suatu cara lain untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian, atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas 
  1. Hubungan-hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan dan kebijaksanaan  
  1. Nilai dan Norma
Sistem kebutuhan bervariasi pula sebagai mana prioritas-prioritas yang melekat pada prilaku tertentu dalam kelompok mereka yang menginginkan kelangsungan hidup, menghargai usaha-usaha pebgumpulan makanan, penyediaan pakaian dan perumahan yang memadai sementara mereka yang mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi menghargai materi, uang, gelar- gelar pekerjaan, hukum, dan keteraturan. Berdasarkan sistem nialainya tersebut, suatu budaya mnetapkan norma-norma berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
  1. Rasa Diri dan Ruang
Kenyamanan yang orang miliki dengan dirinya dapat di ekspresikan secara berbeda oleh budaya. Identitas diri dan penghargaan dapat diwujudkan dengan sikap sederhana dalam suatu budaya, sementara dalam budaya lain ditunjukkan dengan perilaku yang agresif.
  1. Proses Mental dan Belajar
Beberapa budaya menekankan aspek pengembangan otak ketimbang aspek lainnya, sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar.
  1. Kepercayaan dan Sikap
Barang kali klasifikasi yang paling sulit adalah memastikan tema-tema kepercayaan utama sekelompok orang dan bagaimana faktor ini serta faktor-faktor lainnya mempengaruhi sikap-sikap mereka terhadap diri mereka sendiri dan orang-orang lain dan apa yang terjadi dalam dunia mereka.

6. PRESTASI TERBESAR MANUSIA DAN KEUNGGULANNYA
Segala sesuatu yang membedakan manusia dari primata adalah bahasa. Kita bisa mengetahui bagaimana untuk berfikir, merasakan, untuk menilai melalui bantuan dan ketidakleluasaan yang diberlakukan pada kita melalui kata-kata, idiomatik, dan sintaksis bahasa kita. Pengalaman, mimpi, dan kebijaksanaan dari generasi di masa lampau adalah warisan bahasa yang pelik dan tidak bisa dihilangkan. Dan dengan bahasa, benda mati bisa berkolaborasi dalam pendidikan kehidupan, dan dalam transformasi manusia menjadi manusia seutuhnya, manusia yang bersejarah. Bahasa memungkinkan komunikasi menjadi lebih berarti dan bermakna saling berbagi di antara masyarakat,  membuat masyarakat untuk bisa membentuk kehidupan bermasyarakat yang tahan lama dan untuk menciptakan dan mengalihkan kebudayaan.
Karena itulah, kita membahas kajian tentang perkembangan dan peranan masyarakat dan kebudayaan dalam sikap sosial - dengan langkah pertama menyoroti bahasa, kemenangan manusia.

1. Bahasa dan Komunikasi
Manusia adalah hewan yang mampu berbicara. Manusia mampu mengembangkan dunia kata-kata dan ia tinggal di dunia ini sebagaimana ia hidup dalam dunia yang penuh dengan hal dan orang-orang. Respon manusia terhadap kata-kata dan penggunaannya akan kata-kata pada umumnya sama dengan penanggapannya dan kegunaan masyarakat dan hal-hal lainnya. Manusia menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengendalikan tingkah lakunya dan tingkah laku individu lainnya. Karakteristik mengesankan dari alat berbicara ini adalah sifat sosialnya. Secara utama melalui alat berbicara dan bahasa yang dipakai manusia untuk berkomunikasi antara satu sama lainnya tentang pemikiran, perasaan dan niatannya.
Bahkan kalimat pertama yang diucapkan oleh seorang bayi yang sedang belajar berbicara mencerminkan sifat antarpersonal berbicara, meski derajat kemampuan berbicara pada anak-anak menjadi perdebatan hangat di kalangan psikolog. Seorang psikolog Swiss, Piaget (1926) menjabarkan dua fungsi berbicara bagi anak-anak: sosial dan egosentris. Pada pola berbicara sosial, "anak menanggapi pendengarnya, menilai sudut pandangannya, berupaya mempengaruhinya atau sebenarnya saling bertukar gagasan dengannya." Pada pola berbicara egosentris, "anak tidak perlu repot-repot untuk mengetahui dengan siapa ia berbicara, ataupun apakah pembicaraannya didengar atau tidak oleh lawannya. Ia bisa saja berbicara pada dirinya sendiri atau demi kesenangan orang yang kebetulan ada di sana pada saat itu." Dan setelah mengobservasi sejumlah anak, Piaget menyimpulkan bahwa pola berbicara sosial terkadang muncul sampai anak menginjak usia tujuh tahun.
Repetisi dari kajian Piaget oleh penyelidik lainnya tidak bisa mengkonfirmasikan hasil temuannya tadi. Miller (1951), yang meringkas penyelidikan ini, menyimpulkan bahwa kumpulan berbicara anak-anak - kira-kira 90 persen - adalah berkategori sosial.
Sedangkan psikiater Rusia, Vigotsky (1939) berpendapat bahwa monolog yang disebut "egosentris" oleh Piaget adalah benar-benar mengarah pada lainnya. Manakala Vigotsky menempatkan seorang anak yang berbicaranya menunjukkan semua karakteristik berbicara egosentris - berceloteh, pendek dan kalimatnya tidak lengkap - di antara anak-anak yang bisu-tuli, atau dalam ruang terisolasi, atau di ruangan yang penuh dengan suara, jumlah pembicaraan seorang anak menurun secara drastis. Vigotsky mengartikan ini sebagai indikasi bahwa anak menyakini kalau bicaranya yang berceloteh tadi bisa dipahami oleh lainnya, dan manakala situasi eksternal yang membuat komunikasi menjadi sulit atau tidak memungkinkan atau bahkan berhenti berbicara. Anak tersebut, kita harus ingat, tidak perlu membedakan interpretasinya terhadap dunianya dengan dunia orang lainnya. Ia bertindak seolah-olah yang lainnya menerima apa yang juga diterimanya dan memahami apa yang ia pahami, termasuk bahasa idiosinkratisnya. Tendensi ini, sebagaimana yang akan kita saksikan, tidaklah sepenuhnya terbatas pada anak tersebut, dan terdapat pada dasar dari berbagai kegagalan berkomunikasi. Namun hal yang penting, menurut data eksperimen terbaik yang tersedia, adalah berbicara - semua pembicaraan - merupakan bentuk dari sikap antar personal.

2. Kata-kata sebagai Objek
Perkataan manusia merupakan bagian dari dunianya yang sebenarnya. Kata-kata mereka dinilai sebagai  keberadaan hak-hak mereka, dan ditanggapi dengan segera. Salah satu alasan atas seringnya kesalahan pengartian dari fungsi-fungsi kata-kata dalam tingkah laku kita adalah keyakinan bahwa karena kata-kata merupakan simbol, maka seluruh tingkah laku bahasa merupakan tingkah laku yang "menggantikan" atau "dilakukan untuk orang lain". Tapi kita mengetahui tentang persepsi kita soal kata-kata mengindikasikan bahwa kata-kata seringkali dirasakan dalam cara pengartian yang sama yang mana kita menilai objek lainnya. Jika kita mendengar suara bising dengan tiba-tiba, kita langsung memberikan reaksi pada suara tersebut; kita terkejut atau menjadi takut terhadap suara itu sendiri, bukan semata-mata oleh suara sebagai "tanda-tanda" tentang sesuatu lainnya. Manakala kita mendengar suatu kata atau suatu kalimat, seringkali kita bereaksi langsung dan segera terhadap hal itu sebagaimana kita terhadap objek lainnya dalam dunia nyata kita. Fungsi kata dalam tingkah laku individu adalah sama terhadap fungsi objek-objek lainnya. Seperti objek yang kita dengar dan pahami layaknya seperti seorang pejalan kaki harus bisa menyesuaikan diri terhadap kecepaan suatu kendaraan.
Menurut sejumlah mahasiswa jurusan bahasa, terdapat kata-kata yang pengartiannya ditentukan oleh suara darikata-kata itu. Ini merupakan kata-kata onomatotopoetik atau "menggema" yang terlihat menyerupai suara dari objek yang dimaksud seperti kata "kwek" yang digunakan sebagai acuan seruan terhadap hewan bebek. Roger W. Brown, A. H. Black, dan A.E. Horowitz, saat menjadi mahasiswa Harvard, melakukan kajian yang berpendapat bahwa terdapat banyak hubungan berartikan-suara yang sama pada semua manusia dan hubungan-hubungan ini bisa didapati pada semua bahasa.
Investigasi mereka dimulai dengan daftar yang berisikan 21 pasangan antonim bahasa Inggris yang dipilih karena sifat sensornya yang sama (contohnya warm-cool, panas-dingin, heavy-light, berat ringan). Selanjutnya daftar tersebut diterjemahkan dalam bahasa Mandarin, Ceko, dan Hindi oleh penutur asli dari ketiga bahasa tersebut, yang juga merekam pengucapan kata-kata tersebut.
Prosedur eksperimen yang dipakai bisa dilihat seperti pada contoh. Subjek percobaannya adalah 86 mahasiswa Harvard dan Radcliffe yang sama sekali tidak paham bahasa Mandarin, Ceko dan Hindi dan mereka mendengarkan dengan seksama rekaman pengucapan kata-kata Mandarin tun dan K'udi, dan diminta untuk menebak kata mana yang bermakna tajam dan mana yang bermakna tumpul. Prosedur yang sama juga dipakai bagi 20 pasang kata lainnya. Persentase keseluruhan dari pasangan yang tepat atas 21 pasangan tersebut adalah 62 persen bagi bahasa Mandarin, 62 persen bagi bahasa Ceko dan 61 persen bagi bahasa Hindi. Sedangkan perubahan level menebak, sudah pasti, adalah 50 persen.

3. Bahasa dan Kebudayaan
Dua tipe hubungan yang berbeda telah didalilkan untuk diadakan antara bahasa dan kebudayaan. Pada sisi lainnya, seperti yang telah disarankan bahwa bahasa dari masyarakat ditentukan oleh atau mencerminkan, kebudayaan mereka, dan, di sisi lainnya, bahwa bahasa dari masyarakat boleh jadi merupakan asal, determinasi dari kebudayaan mereka.

4. Bahasa - Cermin Kebudayaan
Telah lama diasumsikan kalau bahasa masyarakat mencerminkan kebudayaan mereka, yang bisa dinilai sebagai kristalisasi pemikiran suatu masyarakat. Terlihat aman untuk mengasumsikan bahwa bahasa masyarakat memang mencerminkan keprihatinan dan kepentingan dominan mereka. Thomas (1937) menekankan bahwa dalam bahasa Arab terdapat sekira enam ribu nama yang bisa diasosiasikan dengan "unta". Hal yang sama, Boas (1938) menekankan bahwa terdapat banyak variasi bahasa untuk perkataan "salju" di kalangan masyarakat Eskimo. "Dalam kehidupan eskimo, salju memiliki pengartian yang sangat berbeda seperti dengan butiran salju yang jatuh, salju lembut pada permukaan tanah, salju yang terseret atau seretan salju. Air es tawar, air es asin, gumpalan (bongkahan) es, memainkan peran yang sangat berbeda dalam kehidupan mereka dan semuanya ini dirancang oleh norma-norma yang distingtif." Dalam kajiannya, "Englishmen, Frenchmen, and Spaniards", De Madariaga (1929) berpendapat bahwa bahasa masyarakat adalah kunci untuk membuka kebudayaan mereka. Sebagai contoh, perkataan "permainan adil", "le droit", dan "el honor" merupakan kunci utama bagi ketiga kebudayaan ini.  Kalangan masyarakat menengah bawah dan atas, berbicara dengan bahasa yang berbeda pula, Bernstein (1959), sebagai mana kita akan saksikan, mendapati bahwa bahasa "publik" bagi masyarakat Inggris yang berpendidikan rendahan sangat berbeda dengan bahasa "resmi" yang dipakai kalangan kelas atas. Jadi tidaklah mengherankan jika perbedaan kelas bahasa ini mencerminkan perbedaan dalam cara berpikir pada masyarakat di kedua kelas tersebut.

4. Bahasa - Pembentuk Kebudayaan
Kini kita beralih pada pertanyaan yang memiliki kepentingan panjang linguis dan filosifis: Apa pengaruh bahasa terhadap pola berpikir masyarakat dan mengatasi objek dan peristiwa yang terjadi di dunia mereka? Lebih ratusan lalu, Von Humboldt menilai bahwa struktur bahasa di masyarakat (vokabulari dan tata bahasa) turut mempengaruhi konsepsi masyarakat dunia. Sapir (1929) telah menetapkan gagasan awal-awal ini pada formulasi klasiknya atas masalah bahasa dan kebudayaan:
Manusia tidak hidup sendiri dalam dunia yang objektif ini, ataupun tidak sendirian dalam aktivitas dunia sosial seperti yang dipahami secara umum, tapi lebih pada kebaikan suatu bahasa.

5. Bahasa - kunci kebudayaan
Roland W. Force, kurator arcakologi osenaik dan etnologi di Chicago Natural History Museum dan istrinya, Maryanne Force, telah mempelajari perihal berbicara dalam bahasa yang dipakai oleh kalangan masyarakat Palau. Kepulauan Palau terletak di antara Mikronesia di Pasifik Barat. Pasangan suami istri tersebut mengasumsikan bahwa kata-kata bahasa adalah model "buatan sendiri" yang membantu masyarakat untuk mendefinisikan keuniversalan mereka dan pekerjaannya.

6. Memahami Sandi Budaya
Kesulitan yang mula-mula timbul dalam mengkaji budaya ialah bahwa kita tidak terbiasa menganalisis pola budaya; bahkan kita jarang menyadarinya. Seolah-olah kita atau manusia dari masyarakat yang manapun dibesarkan dengan pemahaman mengenai dunia melalui kaca mata yang mempunyai lensa kabur. Hal-hal, peristiwa-peristiwa dan hubungan-hubungan yang kita anggap berada “diluar sana” pada kenyataannya di saring melalui layar persepsi ini. Reaksi pertama, mau tidak mau,pada waktu menjumpai orang-orang yang mengenakan kacamata berlainan ialah menganggap prilaku mereka sebagi aneh atau keliru. Memandang cara kehidupan masyarakat lain menurut kacamata budaya kita sendiri dinamakan etnosentrisme. Proses menyadari, menganalisis kacamata kita sendiri adalah justru tindakan yangmenyakitkan. Kita melakukan yang terbaik bila kita mempelajari kacamata orang lain. Walaupun kita tidak akan pernah melepas kacamata kita dalam memahami dunia “seperti apa adanya” atau berusaha melihat kacamata orang lain tanpa mengenakan kacamata kita, kita palingtidak dapat belajar memahaminya.
Dengan suatu upaya mental kita dapat mulai menyadari sandi-sandi yang biasanya tersembunyi di bawah prilaku kita sehari-hari. Camkanlah prilaku mental yang anda lakukan bial anda pergi ke pusat perbelanja yang asing dengan membawa daftar barang yang hendak dibeli. Anda punya petunjuk mental yang membawa anda ke bagian buah-buahan, sayur-sayuran, daging-daging segar, bagia es krim dan makanan pangan asing yang disimpan dalam lemari es dan sebagainya. Pada rak-rak akan dijumpai beberapa bumbu dan diantara buah-buahan dan sayur-sayuran kaleng mungkin dijumpai buah kaleng. Jadi tantangan pertama, berupa pusat perbelanja yang tidak anda kenal berperan untuk mengarahkan anda mungkin sekedar menemukan rak demi rak dengan membawa daftar belanja anda, memungut barang-barang yang hendakanda beli pada saat menjumpainya dengan demikian anda mempergunakan perangakan katagorimental anda, petunjuk mental umum anda, dengan kenyataan bagaimana pusat perbelanja tersebut di atur.
Bilamana anda sudah selesai berkeliling masih juga terdapat beberapa barang pada daftar yang belum dibeli mungkin susu masam kental yang mungkin tidak ada di dekat susu sebgaimana anda harapkan dan saus, yang tidak ada di dekat kecap, di tempat mana anda telah mencarinya. Anda melihat pada petunjuk bagian yang tertera di tembok atau sepanjang gang antar rak-rak, sambil membandingkan pengaturan sesungguhnya dengan apa yang andabayangkan dan mempertanyakan bagaimana mereka memilah-milah barang yang anda cari.  Kemudian anda jumpai saus bumbu daging atau saus tomat yang seharusnya dibagian pangan asing yang belum anda temui.
Dalam semuanya tadi, anda menggunakan sistem pengetahuan yang sangat berbelit-belit yang tersimpan di benak anda. Tetapi hanya sebagian saja yang dibawa ke dalam alam sadar. Pengetahuan yang ada dalam petunjuk mental anda tidak persis sama dengan pengetahuan yang dimiliki para pebelanja lainnya. Tetapi pengetahuan anda dan mereka itu cukup serupa sehingga anda terhindar dari sering berpapasan dan anda menghindari pelanggaran peraturan tersirat prihal keintim jasmani, kontak mata dan arah ruang gerak yang akhirnya menemukan bagian yang anda cari.
Pengamatan dari pusat perbelanjaan sampai sekian banyak saling pengertian lainnya, yang kita perlukan guna makan di restoran, berkenderaan di jalanan, berpakaian sehingga sedap dipandang atau bermain tenis, maka apa yang dimaksudkan dengan budaya oleh para antropolog akan segera tampak. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak sekedar memilih alternatif yang cocok guna bertindak; kita saling menafsirkan alternatif-alternatif itu, saling membangun diatas tindakan dan makna masing-masing. Menguangkan cek di Bank atau pergi keruang praktek dokter bukanlah sekedar realisasi kegiatan-kegiatan rutin yang di programkan oleh budaya tapi adalah proses sosial di mana si juru bayar di bank dan sipelanggan, atau dokter dengan pasien, berkomunikasi sedemikian rupa yang memerlukan adanya saling pengertian. Dalam banyak peristiwa kapasitas dimana kita saling berhadapan tidak begitu jelas pemisahnya sehingga interaksi sosial merupakan arena tawar menawar dan penegasan hubungan (tidak sekedar memajukan peran yang sudah ditentukan). Apakah seorang dosen yang dijumpai di luar kampus, diartikan secara formal dan informal oleh si mahasiswa sebagai guru atau kenalan? Bagaimana hubungan antara orang-orang yang sebelumnya pernah berpacaran?Bagaimana jika mereka hanya berduaan, bagaiamana mereka bersama orang lain? Bagaimana jika meraka bersam dengan pacar yang sekarang? Petunjuk, isyarat dan pemahaman meraka semuanya adalah sekaligus persoalan dan individu, dari adat kebiasaan (meskipun tidak disadari dan gaya perorangan)

7. Budaya sebagai Sistem Makna yang Dimiliki Bersamaan
            Budaya tidak terdiri dari benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dapat kita amati hitung dan ukur: budaya terdiri dari gagasan-gagasan dan makna yang dimiliki bersama-sama. Clifford Geertz dalam Kecsing (1981) memberikan contoh yang menarik. Misalnya kejapan mata (tidak disengaja) dan kedipan mata yang disengaja. Sebagai peristiwa lahiriah, keduanya mungkin serupa dan pengukuran keduannya tidak menemukan perbedaan. Yang satu adalah tanda, kode yang mengandung makna yang sama bagi orang Amerika (tetapi yang mungkin tidak akan bisa dimengerti oleh orang Eskimo atau Aborijin Australia) hanya dalam kesemestaan makna yang dimiliki bersama bunyi-bunyi dan peristiwa-peristiwa fisik bisa dipahami dan meneruskan informasi.
Suatu cerita antropologi; sesuatu yang benar-benar terjadi akan bisa memberikan  gambaran tentang corak dan makna budaya. Seorang wanita Bulgaria menjamu makan teman-teman suami Amerikanya, antara lain seorang mahasiswa dari Asia. Setelah para tamunya menyikat isi piring masing-masing, dia bertanya jika anda ingin tambah lagi, nyonya rumah Bulgaria yang membiarkan tamunya merasa lapar akan merasa malu. Si mahasiswa asia menerima tawaran tambah lagi, dan kemudian tambah lagi untuk ketiga kalinya,karena si nyonya rumah telah mempersiapkannya di dapur. Akhirnya, ketika ia sedang menyantap tambah yang keempat kalinya, si mahasiswa asia terkulai ke lantai tetapi hal itu di negerinya lebih baik dari pada menghina nyonya rumah karena menolak makanan yang telah disediakan. Seorang nyaonya rumah yang menawarkan tambah sampai dua atau tiga kali bukanlah bagian dari bangsa Bulgaria; tetapi dasar-dasar konseptual yang terletak di belakang tindakan-tindakan, pola-pola dari makna yang menjadikannya terpahami adalah budaya Bulgaria. Budaya bangsa Bulgaria adalah suatu yang dipelajari, sesuatu yang berada dibenak orang Bulgaria dengan begitu budaya tadi tidak dapat dikaji atau diamati secara langsung. Si wanita Bulgaria itu juga tidak dapat mengisahkan premis-premis dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar prilakunya.
Bila kita katakan bahwa budaya Bulgaria merupakan suatu sistem pemikiran, bahwa itu dinyatakan di benak orang Bulgaria, kita membuat masalah filsafat yang sulit. Apakah itu berarti bahwa budaya pada dasarnya merupakan suatu sistem kejiwaan yang terdapat dibenak masing-masing orang?apakah budaya Bulgaria itu “ada dibenak” masing-masing orang Bulgaria? Menurut Geertz, makna budaya adalah umum, dan realisasinya terdapat pada masing-masing orang. Suatu sandi untuk berkomunikasi ada dalam pengertian yang berada dalam pengetahuan perseorangan tentang hal itu.

8. Budaya Sebagai Milik Publik Budaya Sebagai Milik Perorangan
       Menurut Geertz budaya adalah sistem dari tujuan masyarakat, bukannya sandi perorangan di benak masing-masing anggota masyarakat, menunjukan ke arah pengertian “budaya Bulgaria” yang telah ada sebelum (dan terlepas dari) pendapat bahwa budaya, misalnya bahasa Bulgaria, terdiri dari kaedah-kaedah dan makna-makna yang menembus benak perorangan. Mereka berpendapat bahwa sebagai suatu sistem konseptual, budaya Bulgaria tersusun (dan mengalami perubahan) menurut cara-cara yang tidak mudah dipahami jika kita memandangnya sebagai suatu susunan yang diketahui oleh setiap orang Bulgaria.
            Lebih lanjut susunan pengetahuan perorangan tentang dunia, misalnya susunan bahasa dibatasi dan dibentuk oleh struktur pemikiran dan otak. Warisan masyarakat beruap pengetahuan budaya di pengaruhi oleh banyak kendala “dunia nyata” : ia harus membawa manusia untuk berkembang biak mengasuh anak menyediakan pangan dan mengatur kehidupan sosial mereka dalam cara-cara yang mempertahankan penduduk di dalam suatu ekosistem, bila ini tak terpenuhi ia tidak akan bertahan sebagaimana suatu tradisi budaya. Tetapi suatu tradisi budaya, sebagai suatu komposisi dari berbagai konseptualisasi perorangan mengenai dunia mereka, juga harus (seperti halnya bahasa) bisa dipelajari dan digunakan oleh binatang yang punya otak, seperti otak manusia. Jika kita menguraikan budaya sebagai sesuatu yang melayang-layang dan berada di luar individu yang berperan serta di dalamnya, kita bisa mengalami resiko menciptakan suatu sistem palsu yang tidak bisa dipelajari dan digunakan manusia.

9. Hubungan Budaya dengan Masyarakat
       Marilah kita mulai dengan suatu masyarakat, katakanlah suatu kota di Bulgaria (di Manus). Kita dapati bahwa orang berkelompok dalam keluarga dan dalam kegiatan bersama lainnya: perkumpulan sepak bola di Bulgaria, kelompok orang yang mempunyai nenek moyang sama di Manus. Kita jumpai orang bertindak dalam berbagai kapasitas: sebagai dokter di Bulgaria, sebagai dukun atau seniman atau penjual ikan di Manus. Dari berbagai kapasitas dimana orang bertindak dan kelompok yang mereka bentuk kita dapat membuat perangkat abstraksi lainya (merupakan pelengkap bagi perangkat yang kita buat untuk sandi pemikiran yang memungkinkan orang Bulgaria atau warga kepulauan Manus berkomunikasi dan hidup bersama). Perangkat abstarksi kedua terfokus pada berbagai hubungan dan kegiatan sosial.

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
       Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi ayng memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
            Budaya membantu kita memahami  wilayah ruang yang kita tempati. Suatu tempat hanya asing bagi ornag-orang asing tidak bagi orang-orang yang menempainya. Budaya memudahkan kehidupan dengan memberikan solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah dengan menetapkan pola-pola hubungan, dan cara-cara memilihara kohesi dan konsensus kelompok banyak cara atu pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan mengkategorikan suatu budaya agar budayanya tersebut lebih mudah dipahami.

B.  SARAN
      Dengan menjadi manusia antar budaya tidaklah berarti bahwa kita lalu kehilangan kita sebagai warga dari bangsa dan budaya tertentu. Tidak pula berarti bahwa kita secara harfiah “berbuat seperti orang Roma jika berada di Roma”. Tetapi kita berusaha berfikir, bersikap, dan berprilaku dengan cara-cara yang dapat diterima budaya orang lain dan juga diterima budaya kita sendiri.  
  

DAFTAR PUSTAKA

Kecsing, Roger M. dan  Samuel Gunawan. (1981). Antropologi Budaya Suatu Prespektif Kontemporer, Ed II jilid I. Jakarta: Erlangga.

Krech, David, Richard S. Crutchfield dan Egerton L. Ballachey. (1962) Individual In Society. California: McGraw-Hill Book Company.

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. (1993). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar