BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat diragukan lagi. Bahwa sejak anak manusia yang pertama
lahir ke dunia, telah ada dilakukan usaha-usaha pendidikan; manusia telah
berusaha mendidik anak-anaknya, kendatipun dalam cara yang sangat sederhana. Demikian
pula semenjak manusia bergaul, telah ada usaha – usaha dari orang – orang yang
lebih mampu dalam hal – hal tertentu untuk memmpenagruhi orang –orang lain,
teman bergaul mereka, untuk kepentingan kemajuan orang-orang berasangkuatan
itu. Dari uraian ini jelaslah kiranya, bahwa masalah pendidikan adalah
masalahnya setiap orang dari dulu hingga sekarang, dan waktu-waktu yang akan
dating.
Adalah keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa
ia dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan
“keadaan” si anak didik. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha
memahami sesama manusia, dengan tujuan untuk dapat memperlakukannya dengan
lebih tepat.
Oleh karena itu pengetahuan mengenai psikologi anak didik dalam
proses pendidikan adalah hal yang perlu dan penting bagi setiap pendidik;
sehingga seharusnya adalah kebutuhan setiap pendidik untuk mengetahui
pengetahuan mengenai psikologi pendidikan. Mengingat setiap orang pada suatu
saat tentu melakukan kegiatan mendidik, maka pada hakikatnya psikologi
pendidikan itu dibutuhkan setiap orang.
Kenyataan bahwa pada saat ini hanya para pendidik professional saja
yang mempelajari psikologi pendidikan, hal ini bukanlah hal yang dapat
dipandang selayaknya. Sebagai seorang pendidik, sudah selayaknya kita
mengetahui aspek psikologi ini dalam pembelajaran. Karena dari psikologi ini
lah tahap awal kita mendidik siswa untuk ruang lingkup kecerdasannya maupun
emosionalnya. Harapannya dengan psikologi pendidik bukan hanya sekedar melaksanakan
pekerjaannya saja sebagai tenaga pendidikan tapi lebih dari itu pendidik dapat
mendidik siswanya mengatasi masalah-masalah belajar yang terjadi dengan
psikologi
Mengingat betapa pentingnya peranan psikologi dalam dunia
pendidikan, maka penulis mencoba mengangkat tema ini sebagai pemenuhan tugas
akhir semester matakuliah Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan dengan judul
“Kontribusi Psikologi dalam Pendidikan”.
B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam
makalah ini adalah
- Apa yang dimaksud dengan hakekat psikologi
- Apa yang dimaksud dengan psikologi pendidikan
- Bagaimana kontribusi psikologi dalam pendidikan
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan masalah dalam makalah ini tidak meluas, penulis
merasa perlu membatasi masalahnya pada bagaimana kontribusi psikologi
mempengaruhi dunia pendidikan dengan ruang lingkupnya pada pembelajaran.
D. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi pendidikan
- Untuk mengetahui kontribusi psikologi dalam dunia pendidikan
E. Manfaat Pembahasan
Adapun manfaat dari pembahasan dalam
makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan pembaca tentang “kontribusi
psikologi dalam pendidikan”
BAB I
PEMBAHASAN
2. 1. Hakikat Psikologi
Secara
etimologis, psikologi berasal dari bahasa yunani “psyche” yang berarti jiwa
atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut
seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang
jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang
dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu
jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu
yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
Berkenaan
dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji
adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya
dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Psikologi
terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology)
yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku
individu dalam situasi khusus, diantaranya :
- Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
- Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
- Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
- Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
- Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
- Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping
jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis
psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus
berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan
kompleks.
Tujuan Mempelajari Psikologi
a.
Untuk memperoleh
paham tentang gejala-gejala jiwa dan pengertian yang lebih sempurna tentang
tingkah laku sesama manusia pada umumnya dan anak-anak pada khususnya
b.
Untuk mengetahui
perbuatan – perbuatan jiwa serta kemampuan jiwa sebagai sarana untuk mengenal
tingkah laku manusia atau anak
c.
Untuk mengetahui
penyelenggaraan pendidikan dengan baik
2.2. Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan adalah studi
yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung
melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas
terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan
tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli
psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi
pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan
memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan
belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik,
maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik.
Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam
menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya
dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara
efektif.
Psikologi
pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki
kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
- Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
- Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
- Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Dengan
demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang
psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi
pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan
teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui
metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.
Pendidikan
memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap
pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan
formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem
evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama
dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan
sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya
peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik.
Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan
efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya
dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan
perilakunya secara efektif.
Guru dalam
menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta
didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya
maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya,–terutama perilaku
peserta didik dengan segala aspeknya–, sehingga dapat menjalankan tugas dan
perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata
bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Di sinilah arti penting Psikologi
Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan
salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik.
Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang
perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang
erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
Dengan
memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan
psikologisnya diharapkan dapat :
a.
Merumuskan Tujuan Pembelajaran Secara Tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan
guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang
dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha
mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan
mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
b.
Memilih Strategi Atau Metode Pembelajaran Yang Sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan
guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai,
dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis
belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
c.
Memberikan Bimbingan Atau Bahkan Memberikan Konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran,
juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi
pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara
tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan
dan keakraban.
d.
Memfasilitasi Dan Memotivasi Belajar Peserta Didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap
potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan
memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk
melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman
psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan
untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
e.
Menciptakan Iklim Belajar Yang Kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar
yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai
memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di
dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
f.
Berinteraksi Secara Tepat Dengan Siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan
untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan
menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
g.
Menilai Hasil Pembelajaran Yang Adil.
Pemahaman
guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan
penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian,
pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Hubungan Psikologi
Dengan Paedagogik
Kedua ilmu ini hampir tidak dipisahkan satu sama lain, oleh
karena mempunyai hubungan yang timbale balik. Paedagogik sebagai ilmu yang
bertujuan untuk memberikan bimbingan hidup manusia sejak lahir sampai mati
tidak akan sukses, bilamana tidak mendasarkan diri kepada psikologi, yang
tugasnya menunjukan perkembangan hidup manusia sepanjang masa, bahkan cirri dan
wataknya kepribadiannya ditunjukan oleh psikologi. Dengan demikian, paedagogik
baru akan tempat mengenai sasaran, apabila dapat memahami langkah-langkahnya
sesuai dengan petunjuk psikologi. Oleh karena itu eratnya tugas diantara
keduanya, maka timbul educational psychology (ilmu jiwa pendidikan).
Mendorong Tindakan Belajar
Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki
sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada
orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang
bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan
pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan
semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan
yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan seperti ini,
meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi
pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek
didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan
informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu
sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain,
pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat
dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 :
46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara
relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima
hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan
informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari
konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian bukan berarti fungsi
traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan
sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan,
tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni
membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah
dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan
bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di
dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang
setiap hari mengepung kehidupan mereka.
Sebagai penengah, pendidik harus
mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan
mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek
didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek
didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum
inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika
subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya
untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.
Dari deskripsi di atas terlihat bahwa
indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik
telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik
berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972)
menyebutnya sebagai “learning to be”.
Adalah tugas pendidik untuk
menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara
efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan
mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek
didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan
(Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator
dari seorang pendidik.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai
motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka
pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil
belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian,
masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
a. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup
faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor
kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan
bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu,
penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran
dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material
pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi
lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar
dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya.
Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik
dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu
ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang
optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk
dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras
(hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras
seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat
berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus
memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal
mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang
berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek
didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan
kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang
segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
b. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan
masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku
belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil
akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan,
ingatan, pikiran dan motif.
·
Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek
didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang
lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai
aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi
sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan
material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan
material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti
bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat
memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan
dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari
dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan
untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan
lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian
spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada
perhatian yang disengaja.
·
Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia
oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan
pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam
individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi
pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses
pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan
tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur
modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar.
Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses
belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik
lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu
mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material
pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan
pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan,
chart, rekaman, slide dan sebagainya.
·
Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang
berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2)
menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi
inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk
menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral
peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu
mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan
ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang
digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan,
ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping
itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga
lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran
berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang
menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b
(bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah
kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya
pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada
siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan
belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya
berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan
akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang
relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai
untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus
mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga
memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material
pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan
melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni
pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak
kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari,
suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik,
misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau
untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan
subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan
material pembelajaran yang telah diberikan.
·
Berfikir
Definisi yang paling umum dari
berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri
(ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini
berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi
yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari
gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses
psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2)
penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia
alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya
memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang
perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini,
dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk
memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran
akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya,
para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian
pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong
subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti
ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
·
Motif
Motif adalah keadaan dalam diri
subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu.
Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila
seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering
disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri
subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek
didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang
sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik
tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan
motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu
menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa
dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun
kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang
atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor
suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan
melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi
individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat
kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan
yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan
terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi
orang lain.
2.3. Kontribusi Psikologi terhadap
Pendidikan
·
Kontribusi
Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam
kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan
pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari
berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian
psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out
pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan
kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan
individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan
kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu,
baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi,
perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya. Kurikulum
pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk
dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject
matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan
di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum
berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya pengembangan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan
terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan dengan
aspek-aspek: (1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2)
pengalaman belajar siswa; (3) hasil belajar (learning outcomes), dan (4)
standarisasi kemampuan siswa
·
Kontribusi
Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah
melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal
adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical conditioning,
connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan
teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai
kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori
tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
- Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
- Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
- Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
- Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
- Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
- Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
- Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
- Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
- Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
- Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
- Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
- Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
- Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
·
Kontribusi
Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah
satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat
keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami
perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti
kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu. Di samping itu, kajian
psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi
yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya
berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun
kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat
ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti
Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat
ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal. Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal. Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Faktor –Faktor Psikologi Dalam Belajar
Menurut N. Frandsen (1961:216) mengatakan bahwa hal yang
mendorong seseorang untuk belajar itu adalah sebagai berikut :
·
Adanya sifat ingin
tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
·
Adanya sifat yang
kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju
·
Adanya keinginan
untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman
·
Adanya keinginan
untuk memperbaiki kegagalan yang lalu sengan usaha yang baru, maupun dari
koperasi maupun kompetisi
·
Adanya keinginan
untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
·
Adanya ganjaran
atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar
Menurut Maslow dalam N. Frandsen (1961:234) mengemukakan
motif-motif untuk belajar adalah
·
Adanya kebutuhan
fisik
·
Adanya kebutuhan
akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran
·
Adanya kebutuhan
akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain
·
Adanya kebutuhan
untuk mendapatkan kehormatan dari masyarakat
·
Sesuai sifat untuk
mengemukakan atau mengetengahkan diri
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
·
Secara etimologis,
psikologi berasal dari bahasa yunani “psyche” yang berarti jiwa atau nafas
hidup, dan “logos” atau ilmu. Psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang
mempelajari tentang jiwa.
·
Tujuan Mempelajari Psikologi
·
Untuk memperoleh
paham tentang gejala-gejala jiwa dan pengertian yang lebih sempurna tentang
tingkah laku sesama manusia pada umumnya dan anak-anak pada khususnya
·
Untuk mengetahui
perbuatan – perbuatan jiwa serta kemampuan jiwa sebagai sarana untuk mengenal
tingkah laku manusia atau anak
·
Untuk mengetahui
penyelenggaraan pendidikan dengan baik
·
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap
proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan
pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan
belajar (Whiterington, 1982:10). Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan
perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
·
Kontribusi Psikologi terhadap Pendidikan
§ Kontribusi Psikologi Pendidikan
terhadap Pengembangan Kurikulum.
§ Kontribusi Psikologi Pendidikan
terhadap Sistem Pembelajaran
§ Kontribusi Psikologi Pendidikan
terhadap Sistem Penilaian
2. Saran
Pendidikan adalah proses
dimana pembelajaran dan perubahan tingkah laku dibentuk. Pendidik yang baik
haruslah memahami betul siapa yang dididiknya baik tingkat kecerdasannya maupun
emosionalnya. Untuk memahami hal
tersebut pendidik haruslah menggunakan suatu ilmu yang memahami peserta didik
dilihat dari sudut pandang kepribadiaannya. Dengan ilmu psikologi ini diharapkan
lagi pendidik dapat memberikan penilaian terhadap peserta didiknya secara real.
Bukan sekedar pemberian angka di laporan akhir belajar saja atau sekedar
rutinitas kerja. Dengan mendalami psikologi ini penilaian terhadap peserta
didik ini dapat lebih objektif lagi. Menggunakan psikologi sebagai landasan
ilmu pendidikan dengan optimal akan menjadikan pembelajaran lebih efektif lagi
sesuai tujuan pendidikan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. PT.
Rineka Cipta : Jakarta
Hamzah B. Uno,
2008. Orientasi Baru Dalam Psikologi
Pembelajaran. PT. Bumi Aksara : Jakarta
Mustaqim,
Abdul Wahib. 2003. Psikologi Belajar. PT. Rineka Cipta : Jakarta
Suryabrata, Sumardi. 2007. Psikologi Pendidikan. PT. Raja
Grafindo Persada : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar